Istriku, Bidadari Syurgaku
Dalam suatu acara pengajian yang saya ikuti beberapa pekan yang lalu dengan peserta terdiri dari bapak-bapak dan ibu-ibu, Ustadz melontarkan pertanyaan kepada kami, “Bapak-Ibu sekalian ingin masuk syurga ?”.“Iyaaa…..”, dengan serentak jama’ah pengajian kompak menjawab.
“Alhamdulillah, semoga kita bisa masuk ke syurga-Nya semua. Aamiin.”, Ustadz melanjutkan. “Apa alasan bapak-ibu ingin masuk syurga ?”, pertanyaan lanjutan dari Ustadz.
”Karena di syurga kan ada bidadari, Pak Ustadz.”, spontan seorang bapak yang duduk di shaf terdepan menjawab.
Mendengar jawaban tersebut, Ustadz menghampiri sang bapak dan dengan tersenyum lalu bertanya, ”Pak, ketika bapak tadi menyebut kata ”bidadari di syurga”, yang terpikirkan dan terbayangkan sebagai bidadari itu, apakah istri bapak atau perempuan lain ?”
Si Bapak terdiam sejenak mendapatkan pertanyaan lanjutan dari Ustadz, dan saya pun beserta jama’ah bapak-bapak yang lain tersenyum tipis sambil menunggu kira-kira apa jawaban bapak tersebut.
”Hhhmmm……iya sih Pak Ustadz, jujur saja, yang pertama terpikirkan dan terbayangkan sebagai bidadari syurga itu bukan istri saya. Tetapi, ….. akhirnya terpikirkan juga sih,” si bapak tersipu malu.
Dialog di atas mengingatkan saya secara pribadi akan begitu penting dan berharganya keberadaan istri selama ini, terutama ketika dalam hidup susah dan serba terbatas. Tetapi begitu akan mudah dilupakan ketika dalam lapang dan sejahtera. Bahkan dalam cita-cita menuju syurga-Nya.
”Astaghfirullah, mohon ampun, Ya Allah dan minta maaf kepada istriku”, itulah ucapan yang harus kuungkapkan saat ini dan seterusnya.
Istriku adalah perempuan istimewa. Dia yang ketika awal pernikahan kami bersedia menemaniku bertugas di sebuah daerah terpencil di suatu pulau di negeri ini. Padahal kawasan tersebut tanpa ada listrik dan transportasi pun sulit.
Dia menemaniku dalam bertugas ke desa dan dusun yang hanya bisa dijangkau dengan transportasi laut. Ia memasak makanan yang enak saat di rumah dinas dengan bahan-bahan yang terbatas serta membantu dalam bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar rumah dinas kami.
Dia pun mengabdi kepada masyarakat dengan mengajar beberapa mata pelajaran di Madrasah Tsanawiyah yang lokasinya dekat dengan rumah dinas kami setiap harinya.
Sekali lagi, istriku adalah perempuan istimewa. Selama hampir 2 tahun, dengan sedih dan bahagianya dia menemaniku mengabdi pada Ibu Pertiwi. Ketika musim hujan dan ombak datang, tugas berkunjung ke desa dan dusun harus saya lakukan bersama tim Puskesmas, maka istriku melepas dengan do’a-do’a agar aku mendapat kelancaran dan keselamatan dalam bertugas.
Terpancar sinar bahagia di mata isteriku, ketika aku kembali ke rumah dalam keadaan sehat dan selamat setelah bertugas menempuh kawasan yang penuh tantangan itu.
Sebagai seorang dokter, aku juga manusia dan pernah mengalami sakit malaria. Dia merawatku dengan penuh kasih cintanya sampai aku sembuh. Bahkan setelah aku sembuh gantian isteriku yang didera sakit yang sama.
Hampir 10 tahun, ia mendampingiku dalam biduk pernikahan ini, dia yang selalu mengingatkanku akan kebaikan dan kesolehan yang harus terus ku lakukan. Dia tak sungkan untuk ”memarahiku” agar selalu menegakkan sholat tahajud, menegakkan sholat subuh berjama’ah di masjid, melaksanakan shaum sunnah, dan ibadah lainnya.
Bahkan, dialah yang selalu mengingatkan untuk menunaikan membayar zakat setiap bulannya, serta membiasakan bersedekah untuk dhuafa. Dia selalu menyiapkan uang ribuan di dompetnya yang akan diberikan apabila ada pengemis atau pengamen yang menghampirinya.
Dia juga yang selalu mengingatkan, pentingnya kerja yang jujur, hati-hati dengan uang haram dan syubhat, jangan menyakiti orang lain apalagi karyawan kecil dan bermanfaat yang besarlah untuk lingkungan sekitar.
Istriku adalah sungguh perempuan yang istimewa. Begitu banyak keindahan dan kenyamanan yang ku rengkuh bersama dirinya. Aku menjadi semakin dewasa dan bijak berkah suka duka bersama dirinya. Aku menjadi lebih memahami makna saling mengerti dan melengkapi untuk mencapai cita-cita yang menjadi mimpi bersama. Mimpi yang kami rangkai sejak memulai pernikahan kami adalah masuk ke syurga-Nya bersama-sama.
Ya Rabb, Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Yang Maha Kuasa dan Bijaksana, sangat ingin lantunan do’a ku ini Engkau kabulkan : ”Jadikan keluargaku sebagai keluarga sakinah yang berada dalam syurga-Mu. Masukan diriku dan istriku ke dalam syurga-Mu, dan jadikanlah ISTRIKU adalah BIDADARI SYURGAKU.”
0 komentar:
Post a Comment