Bicara tentang macet mungkin sudah bagian kata yg rutin ditelinga masyarakat di ibu kota Jakarta ini. Mungkin hampir tiap hari terutama nih sekitar jam-jam pergi dan pulang kantor. Jalan raya saja jadi macet kadang parah menyedihkan. Dari beberapa media yg bisa kita perhatikan disebut bahwa banyaknya kendaraan mobil sekarang ini memang sih sudah melebihi daya tampung dari ruas jalan yang ada. Tetapi tidak juga cuma kendaraan mobil tapi sekarang jumlah sepeda motor yg juga udah sangat banyak banget sih. Ini akhirnya membuat jadinya parah banget. Kita mau gimana coba sekarang tinggal di Jakarta kondisi kendaraan nya model begini.
Warga yang tinggal di Jakarta itu lucu, sungguh lucu. Bertahun-tahun hidup dikelilingi kemacetan, tak pernah membuat mereka sadar untuk mengurangi kemacetan. Kebanyakan orang akan menyalahkan gubernur yang tidak bisa bikin peraturan untuk mengurai macet, tapi sekali lagi, mereka tak ikut berupaya memperbaikinya.
Gubernur baru menggelontorkan ide tentang pengadaan aturan plat ganjil-genap di beberapa wilayah yang rawan macet. Intinya, akan ada hari-hari tertentu di mana mobil berplat ganjil yang boleh melintas, begitu pula yang berplat genap. Pemimpin hanya bisa menuangkan ide dan realisasinya. Namun, keberhasilannya tetap ada di tangan warga.
Lucunya, orang-orang yang setiap hari mengeluhkan macet dan menuntut agar ada kebijakan yang bisa mengurai macet, justru sibuk memikirkan bagaimana caranya mencurangi aturan itu.
Pembicaraan beberapa orang cukup menggambarkan hal itu. Ada yang mengusulkan untuk membuat plat palsu yang bisa dipasang-copot setiap hari. Toh polisi akan terlalu sibuk dan lelah untuk mengecek keaslian nomor polisi tersebut satu per satu.
Mengapa mereka tak punya jalan keluar lain selain memalsukan plat? Kalau seperti ini terus, Jakarta gak akan pernah bebas macet, Bos! Ayolah berpikir untuk menggunakan public transportation. Sia-sia gubernur bikin peraturan kalau hanya untuk dilanggar.
Belum lagi orang-orang kaya di negeri ini. Mereka tak akan mempan dengan aturan itu. Beli sebuah mobil lagi tentu bukan perkara besar. Apabila dalan 1 keluarga memiliki 3 mobil dan semuanya dipakai untuk bekerja, maka dengan gampangnya mereka akan melipatgandakan jumlah itu. Apa susahnya minta polisi bikin plat sesuai keinginan mereka? Toh semua tinggal dibayar.
Orang Indonesia perlu dibuat patuh dengan aturan yang lebih ketat untuk memberantas kemacetan. Contohlah China, di sana untuk bisa membeli sebuah mobil, nama seseorang harus muncul di undian yang diadakan negara terlebih dahulu. Setiap tahun orang harus mengantri mendaftarkan nama mereka untuk kemudian diundi. Yang namanya keluar dalam undian, dia yang berhak membeli mobil di tahun tersebut. Hal itu dibutuhkan untuk menekan perningkatan volume mobil di jalan raya.
Pelebaran jalan berkembang ibarat deret hitung, sementara pertumbuhan volume mobil seperti deret ukur. Ambillah contoh tol Jakarta-Cikampek. Sudah bertahun-tahun lebar jalan tol segitu-gitu saja tapi kian tahun makin macet.
Penggambarannya simple saja. Dibandingkan tahun 2011, kemacetan di tol Jakarta-Cikampek lebih parah pada tahun 2012. Dulu setiap Jumat saya menuju Karawang dari tol Semanggi, macet hanya saya rasakan hingga gerbang tol Pondok Gede. Tapi tahun ini, sudah berkali-kali saya terkena macet hampir sepanjang tol Semanggi hingga nyaris Karawang. Luar biasa bukan?
Sebenarnya ada cara lain untuk menekan laju pertumbuhan volume kendaraan, yaitu dengan menerapkan regulasi bahwa mobil berumur di atas 8 tahun (gak usah muluk-muluk 5 tahun) dilarang dipakai lagi. Tapi mana mungkin aturan itu terwujud. Negara ini terlalu penuh dengan tenggang rasa. Kalau aturan itu diterapkan, bagaimana dengan nasib orang yang hanya mampu beli mobil once in a lifetime? Kalau aturan itu diterapkan, negara mana lagi yang bisa menampung mobil bekas dari negara maju? Lucu, seolah segala ide menemui jalan buntu.
Aturan tentang uang muka pembelian kendaraan bermotor patut diacungi dua jempol. Sekarang uang muka pembelian mobil atau motor adalah 30% (dulu 20%) dan kemudian baru bisa dicicil. Bagaimana kalau dijadikan 50%? Empat jempol saya acungi kalau itu terjadi. Berani bertaruh, pasti itu bisa menurunkan laju volume kendaraan di jalan raya.
Sekali lagi, orang Jakarta itu lucu. Mereka lebih baik menyetir mobil sambil bermacet ria ketimbang ikut berupaya mengurai macet meski harus naik kerete atau bis kota.
sumber:
elisabetyas
0 komentar:
Post a Comment