yakin saja sesuatu yang sudah ditakdirkan menjadi hak kita Allah tidak akan biarkannya menjadi milik orang lain
Yakin saja sesuatu yang sudah ditakdirkan menjadi hak kita Allah tidak akan biarkannya menjadi milik orang lain
Soejono percaya jodoh untuknya adalah Mawar. Namun Ibunya tak sependapat
Ia bilang, bisa mencarikan calon istri lebih cantik dan berkualitas.
Cantik dan berkualitas? Begitulah. Sebagai wanita, Mawar memang tak cantik. Orang bilang tampangnya seperti pembantu rumah tangga (PRT). Meski sebenarnya, tak semua PRT berwajah buruk.
Saking kesalnya dengan pilihan Soejono, ibu pun menyebut nama Mawar dengan Mawarem.
Jono mengenal Mawar saat keduanya diterima sebagai pegawai kontrak di bagian adiminstrasi sebuah rumah sakit.
Karena kerap bersama-sama, benih-benih asmara pun tumbuh. Witing tresno jalaran soko kulino. Mereka kemudian sepakat berpacaran. Jono kemudian memperkenalkan kepada ibunya.
Sang ibu terkejut. Ia memang tak menolak sang anak berpacaran dengan Mawar. Namun ibu bilang tak akan merestui jika hubungan mereka kelak meningkat ke jenjang pernikahan.
“Kamu bisa mendapat calon istri lebih baik si Mawaremmu itu. Apalagi sekarang kamu sudah bekerja. Bantulah ibu, jaga kehormatan keluarga, Jono.” ucap Sukiyah, ibu Jono suatu kali.
“Ibu juga bersedia mencarikan kamu calon istri. Ibu jamin bisa mendapatkan wanita yang lebih cantik buat mu. Ibu punya beberapa pilihan. Percayalah pada ibu,” katanya lagi.
“Pokoknya sampai kapanpun ibu takkan pernah merestui jika kamu ngotot menikah dengannya. Titik!” gertak ibu mengancam.
Sebetulnya, jauh sebelum Jono bertemu Mawar, sang ibu sudah memperkenalkan beberapa wanita yang hendak dijodohkan dengannya. Hanya saja ketika itu, Jono ragu karena dia belum memiliki pekerjaan. Sukiyah bisa memahaminya.
Lima tahun kemudian, Sukiyah kembali gagal mencocokan wanita-wanita pilihannya dengan Jono.
Sebenarnya Jono tak menolak semua pilihan ibunya. Ia mencoba mengenal dekat beberapa orang diantara mereka. Namun gagal. Penyebabnya macam-macam. Kadang-kadang karena Jono sendiri yang akhirnya tak merasa sreg. Tapi sering juga karena wanita-wanita pilihan ibu itu yang mundur begitu tahu Jono bukan sosok pria idaman seperti yang mereka bayangkan.
Betapa tidak, Jono bukan pria romantis, bahkan cenderung sangat tertutup. Padahal wanita-wanita itu mencari pria yang hangat, romantis, humoris, dan penuh perhatian.
“Ibu tahu sendiri. Merekalah yang tak mau jadi istri Jono. Bukan sebaliknya. Sudahlah bu. Terimalah Mawar.”
Sukiyah tak bergeming. Hingga usia 37 tahun, Jono belum mendapatkan calon istri yang direstuinya. Untungnya, Mawar setia menunggu.
Setahun kemudian Sukiyah luluh.
Ia luluh hatinya karena ngeri dengan kenyataan bahwa Jono akhirnya akan menikah dengan Mawar pada usia 40 tahun. Pria mungkin tak masalah dengan soal usia. Tapi kalau wanita, problem sekali. Terutama terkait keturunan. Wanita mengandung saat usia berkepala empat sangat riskan.
Jono-Mawar pun menikah secara sederhana saat usianya sama-sama 38 tahun. Sukiyah terpaksa menekan keinginannya membuat pesta pernikahan besar-besaran untuk Jono.
Ia tak siap. Masih malu pada tetangga karena sudah gembar-gembor akan menikahkan Jono dengan wanita selain Mawarem.
***
Jono adalah anak sulung dari dua bersaudara. Beda dengan Jono yang pemalu, Kiswanto atau Wanto, adik Jono, merupakan pria yang supel dan percaya diri. Prestasi sekolah Wanto pun lebih baik dari sang kakak.
Jika Jono baru menikah, Wanto sudah dikaruniai dua anak yang menginjak remaja. Wanto tinggal di Jakarta dan sukses. Ia pulang setahun sekali bersama anak istrinya.
Banyak tetangga kagum dan selalu menanti kehadirannya. Ini karena setiap pulang kampung pada hari Lebaran, Wanto selalu nyawer. Tepatnya membagi uang THR kepada anak-anak dan para orangtua di sekitar rumahnya. Jumlahnya mungkin kecil bagi Wanto, namun sangat berarti bagi orang-orang desa yang menerimanya.
Baik Jono maupun Wanto yang hanya terpaut dua tahun, sama-sama kuliah di universitas yang sama di Yogyakarta. Jono lulus duluan, namun baru tujuh tahun kemudian mendapatkan pekerjaan. Sebaliknya, begitu lulus, sejumlah perusahaan menyatakan minat menampung Wanto.
Ibu sendiri tak pernah membandingkan kesuksesaan Jono dan Wanto, kecuali soal calon istri. Jika sudah menyangkut Mawar, Ibu selalu menyebut Azizah, istri Wanto. Jono mengakui bahwa adik iparnya itu cantik luar biasa.
Tapi ia sangat tersinggung jika Mawar harus dibandingkan dengan Azizah. “Cantik itu relatif, Bu. Jono nggak suka dibanding-bandingkan,” ucapnya.
***
Peranan ibu memang sangat dominan dalam kehidupan Jono dan Wanto. Terutama sejak ayah mereka meninggal dunia, saat keduanya masih kecil. Sejak itu, Ibu ternyata tak mau menikah lagi. Ia memilih menjadi single parents. Sebagai ibu sekaligus ayah.
Masalahnya jika Wanto dibiarkan pergi, Jono cenderung ditahan. Ibu berharap Jono mewarisi rumah dan kekayaan lainnya, sekaligus menungguinya di kala senja. Demi keinginan itu, ibu rela mencarikan kursi pegawai negeri sipil (PNS) melalui jalur tak resmi. Persisnya dengan membayar sejumlah uang via calo PNS.
Di kampung tempat tinggal Jono, cara itu sudah dianggap lumrah karena telah banyak yang melakukan.
Masalahnya lewat jalur sogok menyogok pun tak menjamin setiap orang akan mudah lolos menjadi PNS. Jono buktinya. Entah berapa kali ibunya berhubungan dengan calo-calo penerimaan PNS. Bukan hasil yang diperoleh namun uang melayang.
Biasanya sang calo meminta panjar atau uang muka kepada Ibu. Jika anaknya lolos, sisa uang akan diminta. Jika gagal, uang muka akan dikembalikan. Masalahnya janji tinggal janji. Calo-calo PNS menghilang dan uang tak pernah dikembalikan.
Dalam kondisi pasrah , tiba-tiba seorang teman kuliah Jono yang sudah sukses mengontaknya. Ia memberi tahu ada lowongan menjadi pegawai di sebuah rumah sakit.
“Rumah sakit itu milik pemerintah daerah. Mungkin kelak, pegawainya juga bisa ditarik jadi PNS,’’kata sang teman meyakinkan. Teman itu mengira, Jono memang bercita-cita menjadi PNS.
Di luar dugaan, Jono lolos tes. Ia diterima sebagai pegawai kontrak. Ia rela memulai karier dari bawah seperti memfotokopi berkas-berkas pasien rumah sakit atau mengantar surat-surat
“ Susah payah ibu mencarikan pekerjaan dengan segepok uang, ternyata aku diterima pekerjaan dengan free. Ini keajaiban Tuhan,” ucap Jono kepada Mawar.
***
Perlahan tapi pasti, Sukiyah tak lagi membenci Mawar. Apalagi setelah terbukti, sang menantunya itu begitu care terhadapnya.
Hampir setiap bulan mereka menyempatkan menengoknya di kampung. Saat Sukiyah sakit, nyaris setiap dua hari seminggu di akhir pekan mereka, datang menengoknya. Yang mengejutkan, Mawar lebih sering muncul dan merawatnya mertuanya dibanding Soejono.
Kepedulian Mawar bahkan tak bisa dibandingkan lagi dengan Azizah. Meski untuk soal ini, Sukiyah bisa memahaminya.
Setelah dibujuk, akhirnya Sukiyah mau boyongan tinggal di rumah Soejono agar bisa mendapat perawatan lebih intensif.
Seperti beberapa hari sebelumnya, Soejono dan Mawar berangkat kerja meninggalkan Sukiyah dan Tuniem, pebantu rumah tangga. Tak lama kemudian, Tuniem pamit untuk menjemput Fabregas di sekolah, anak semata wayang Soejono-Mawar, yang merupakan cucunya juga.
Saat sendirian, Sukiyah iseng melihat album keluarga. Di sana ada beberapa album, ada album saat mereka berpacaran dan beraktivitas di kantor, album perkawinan, dan album agak baru berisi foto-foto Jono-Mawar bersama Fabrebas.
Pada salah satu album lama, terselip selembar kertas yang mengusik keingin tahuan Sukiyah. Ia pun membeMawarkan diri membukanya. Ternyata sebuah puisi. Sukiyah yang kian penasaran segera membacanya.
Akulah Sang Pemulung Cinta
Aku adalah lelaki normal
Aku suka barang yang bagus
Kata orang barang bagus ada di tempat bagus pula
Ada di mal, hotel berbintang, apartemen mewah
Aku suka barang yang bagus
Tapi aku tak suka keliaran di tempat bagus itu.
Aku memang bukan lelaki ideal
Tapi aku juga membutuhkan cinta
Maka jadilah aku pemulung cinta,
Aku menyusuri lorong demi lorong kehidupan
Memunguti serpihan-serpihan cinta yang berserakan
Yang dianggap sepele, yang dianggap sampah
Akhirnya, pada sebuah lorong kehidupan
Kupungut sebongkah cinta
Yang tampak kusam pada awalnya
Namun menyala setelah kurawat keberadaannya.
Aku adalah sang pemulung cinta
Kelak hidup bersama kemilau permata yang dipungutnya
Sukiyah tersenyum membacanya. Tanpa terasa bulir air mata menetes di pipi. Ia yakin puisi cinta itu dibuat Soejono untuk kekasih yang kini menjadi istrinya, Mawar.
Sukiyah jadi merasa bersalah karena sempat sangat menentang kisah percintaan nan romantis itu.
berawan com yakin saja sesuatu yang sudah ditakdirkan menjadi hak kita Allah tidak akan biarkannya menjadi milik orang lain
0 komentar:
Post a Comment