Cara-cara Tak Pantas Terjadi Saat Kampanye
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengakui kampanye Pemilu Presiden 2014 diwarnai cara-cara tidak pantas. Namun, sejumlah pihak mulai mempertanyakan sikap Presiden yang seakan mendiamkan para penyebar fitnah yang meniupkan isu suku, agama, ras, dan antargolongan.
Seusai rapat koordinasi menghadapi Pilpres 2014, di Jakarta, Rabu (2/7/2014), Menko Polhukam mengakui adanya dinamika kampanye yang sangat tinggi, yang dinilai pengamat serta akademisi tidak patut dan tidak pantas. Menghadapi kondisi tersebut, Djoko Suyanto pun memastikan TNI-Polri bersikap netral.
"TNI-Polri dalam proses kampanye akan dan harus bertindak netral. Setiap tindakan anggota aktif yang menyimpang akan ditindak institusi masing-masing. Pegawai negeri sipil juga netral pada saat kampanye dan saat pencoblosan diharapkan menggunakan hak pilih," kata Djoko.
Menurut dia, aparat juga akan menindak tegas tindakan-tindakan melawan hukum. Menko Polhukam meminta agar proses transisi demokrasi yang aman seperti Pilpres 2004 dan 2009 harus dijaga.
Menko Polhukam didampingi Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutarman, Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, para kepala staf angkatan, dan Badan Pengawas Pemilu.
Kualitas demokrasi turun
Menko Polhukam dan rapat itu juga meminta setiap calon presiden agar mengimbau tim suksesnya untuk menciptakan suasana nyaman dan aman sehingga rakyat bisa menyalurkan aspirasi pada 9 Juli secara bebas tanpa intimidasi, tekanan, dan pengaruh.
Mereka juga akan mencegah penyelewengan di lapangan, seperti politik uang, intimidasi, serta penggelembungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Djoko mengingatkan, transisi demokrasi ini harus dipelihara dan ditingkatkan karena menurut para pengamat dan akademisi menurun kualitasnya. Setiap ketidakpuasan terhadap hasil pemilu harus disalurkan melalui lembaga berwenang.
Mereka juga akan mencegah penyelewengan di lapangan, seperti politik uang, intimidasi, serta penggelembungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Djoko mengingatkan, transisi demokrasi ini harus dipelihara dan ditingkatkan karena menurut para pengamat dan akademisi menurun kualitasnya. Setiap ketidakpuasan terhadap hasil pemilu harus disalurkan melalui lembaga berwenang.
Netralitas diragukan
Dalam kesempatan terpisah, sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia di Jakarta mempertanyakan sikap netralitas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pilpres 2014.
Dalam kesempatan terpisah, sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia di Jakarta mempertanyakan sikap netralitas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pilpres 2014.
Ini mengingat benih kebencian terhadap salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden, seperti secara nyata diduga kuat dilakukan oleh tabloid Obor Rakyat, tidak serta-merta direspons SBY sebagai bentuk menjaga keamanan Pilpres 2014. Apalagi, beberapa hari lalu Partai Demokrat yang didirikan SBY mendeklarasikan secara politis mendukung pasangan capres tertentu.
"Sikap diam SBY selaku Presiden RI terhadap kasus Obor Rakyatyang memfitnah dan menumbuhkan benih kebencian telah mencederai demokrasi. Di pengujung masa jabatannya, SBY justru sudah tidak lagi memiliki keberanian dalam menindak orang-orang di lingkungan Istananya mengingat pimpinan Obor Rakyat adalah asisten staf khusus kepresidenan," kata Koordinator Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia Ray Rangkuti.
Menurut Ray, semestinya sanksi administratif diperlihatkan Presiden SBY untuk menunjukkan sikap netralitasnya. Selama kasus Obor Rakyat mencuat, SBY justru bergeming dan membiarkan bola liar mewarnai proses demokrasi yang tengah berlangsung. Jangan sampai, orang berpandangan, sikap tidak mau mengecam dan menindak asisten staf khusus presiden itu karena khawatir merugikan kontestan lain.
Direktur Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad mengatakan hal senada. "Sikap diam SBY mengundang kecurigaan rakyat, seakan Istana diam-diam merestui terbitnya Obor Rakyat," ujarnya.
Dalam beberapa kesempatan, lanjut Chalid, SBY selalu sigap menunjukkan ketidaksukaan pada penyebarluasan fitnah. Namun, dalam isu Obor Rakyat, kesungguhan pihak Istana untuk menanggapi masalah itu tidak terlihat. Sikap pasif ini dapat menguatkan kecurigaan bahwa benarlah pihak Istana merestui atau bahkan dapat diduga berada di balik terbitnya tabloid Obor Rakyat.
Untuk menghilangkan kecurigaan itu, menurut Chalid, seharusnya pihak Istana memberikan sanksi tegas kepada mereka yang terlibat dan segera meminta polisi lebih serius menindak secara hukum. Apabila ada desakan dari SBY, dapat dipastikan, polisi tidak akan lamban atau bahkan terkesan tidak serius menangani kasus Obor Rakyat.
Jubir pastikan netral
Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha memastikan bahwa Presiden SBY tetap bersikap netral dalam pemilihan presiden, meski partai yang dipimpinnya memihak salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden. "Sebagai presiden, beliau tetap netral terhadap capres mana pun," kata Julian.
Ia berkeyakinan, sikap SBY sebagai presiden yang tidak memihak itu juga dapat dipastikan diikuti oleh semua jajaran di bawahnya, baik birokrasi maupun aparat TNI/Polri.
"Komitmen Presiden jelas. Beliau ingin pilpres dilaksanakan dengan tertib, aman, lancar, damai, dan demokratis. Hal ini juga sudah diinstruksikannya kepada jajaran birokrasi serta jajaran TNI/Polri," tutur Julian.
Untuk memastikan kesiapan aparat pemerintah dan aparat Polri bersama TNI menghadapi pilpres, Presiden akan bertemu dengan para pejabat di bidang politik, hukum, dan keamanan menjelang tanggal pencoblosan, 9 Juli 2014. Pertemuan bertujuan memastikan pilpres berjalan lancar sebagaimana diharapkan oleh rakyat Indonesia.
Rakyat tidak suka intrik
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, menilai, kampanye hitam, termasuk yang terdapat di media sosial, akan sulit dibendung. Untuk itu, setiap pasangan capres-cawapres perlu konsisten dan menggunakan cara positif dalam mendekati rakyat.
Menurut Siti, kampanye hitam yang saat ini beredar, termasuk di media sosial, mulai "menelanjangi" dan "menguliti" pasangan capres-cawapres. Untuk menangkal kampanye hitam, figur capres tidak perlu terlalu reaktif. Ada hal yang perlu diluruskan, ada juga hal yang tidak perlu.
Guna mempertahankan elektabilitas, capres dan cawapres memerlukan konsistensi. Jangan sampai salah ucap atau melakukan tindakan yang melukai hati pemilih.
"Ingat, nilai-nilai budaya politik kita itu tidak senang intrik yang ditunjukkan capres. Kita tidak suka kalau calon pemimpin yang sombong, jemawa, apalagi yang merendahkan yang lain," tuturnya. (ONG/IAM/ATO/OSA)
Sumber: kompas dot com
pilih prabowo yang selalu tegas berwibawa atau jokowi yang selalu merakyat atau pilih aku yang selalu ada buat kamu
berawan com pilih prabowo yang selalu tegas berwibawa atau jokowi yang selalu merakyat atau pilih aku yang selalu ada buat kamu
0 komentar:
Post a Comment