Pertanyaan:
Saya seorang muslimah. Saya dan suami sudah 3 tahun lebih membina rumah tangga, tetapi entah mengapa dalam keluarga kami hampir tiap hari ada pertengkaran. Hanya dengan persoalan kecil suami saya marah. Suami saya tidak punya pekerjaan dan selama ini saya yang menghadapi keluarga saya. Suami saya suka marah, bila dinasihati sering tersinggung. Kadang kalau marah dia memukul. Dia juga benci dengan saudara-saudara dan keluarga saya. Saya dilarang bergaul dengan kemenakan saya yang laki-laki yang baru kelas 1 SMP. Kadang saya berpikir mau minta diceraikan olehnya, tetapi saya malu kepada teman-teman juga anak saya yang masih kecil. Namun, kadang saya tidak sanggup lagi harus mengeluarkan air mata tiap hari. Apa yang mesti saya dan suami saya lakukan?
Jawaban:
Saudariku harus menyadari bahwa hidup ini penuh dengan cobaan, ada kalanya istri dimusuhi oleh suami, dan begitu pula sebaiknya, ada kalanya suami dimusuhi istri. Kita harus bersabar dan saling menasihati, karena Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوّاً لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (merek) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taghabun: 14)
Inilah kehidupan pasutri di dunia, bahkan seseorang yang tidak menikah sekalipun pasti mendapat ujian (dari Allah Subhanahu wa Ta’ala) di dunia ini.
Mohonlah kepada Allah agar keluarga diberi hidayah, karena waktu itu waktumustajabah (terkabulnya doa), bacalah doa yang tercantum di dalam surat al-Furqan: 74 dan doa lainnya.
Hendaklah Saudari mencari penyebab kemarahan suami Saudari. Boleh jadi istri yang salah. Kalau demikian, usahakan bisa menghindari penyebabnya. Jika memang watak suami pemarah, nasihati dia bila memungkinkan. Jika tidak, maka mintalah bantuan mertua atau orangtuanya, barangkali dia mau sadar.
Hendaklah Saudari mencari penyebab kemarahan suami Saudari. Boleh jadi istri yang salah. Kalau demikian, usahakan bisa menghindari penyebabnya. Jika memang watak suami pemarah, nasihati dia bila memungkinkan. Jika tidak, maka mintalah bantuan mertua atau orangtuanya, barangkali dia mau sadar.
Jika suami tidak bekerja, carilah penyebabnya. Boleh jadi dia sakit atau tidak bisa bekerja, tentu tidak sama keadaannya bila dia mampu tetapi malas bekerja. Ajalah dia untuk bermusyawarah dengan Saudari, orangtua, atau mertua.
Adapun dia membenci keluarga istri, alangkah baiknya bila dicari terlebih dahulu penyebabnya. Boleh jadi sikap suami benar, misalnya karena keluarga kurang baik akhlaknya, suka berbicara usil, atau bukan ahli ibadah. Jika demikian kondisinya, maka keluarga Saudari hendaklah dinasihati, dan suami diminta agar bersabar. Jika suami yang salah, maka nasihati dia dengan lembut, bahwa kita umat Islam wajib menjalin hubungan keluarga dengan baik.
Bila dia melarang Saudari bertemu dengan kemenakan Saudari maka harus ditaati karena dia punya hak untuk melarang istrinya bertemu dengan orang yang tidak disukainya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَ اسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُوْنَهُ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ
“Dan kamu menghalalkan farji wanita itu dengan kalimat Allah, dan kamu punya hak dari istri untuk tidak memasukkan seorang pun yang kamu benci, di tempat tidur. Jika mereka melanggarnya maka pukullah mereka tanpa merusak badannya.” (HR. Muslim, 6/245)
Bila suami suka memukul tanpa sebab atau karena perkara yang kecil, bacakan kepadanya hadits di bawah ini dengan kata-kata yang lembut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ فَيَجْلِدُ امْرَأَتَهُ جَلْدَ الْعَبْدِ فَلَعَلَّهُ يُضَاجِعُهَا مِنْ آخِرِ يَوْمِهِ
“Salah seorang di antara kalian memarahi istrinya, lalu memukul istrinya seperti memukul budaknya, boleh jadi dia akan mengumpulinya pada malam harinya.” (HR. Al-Bukhari, 15/288)
Suami yang arif tentu tidak berbuat demikian, bagaimana mungkin dia marah dan memukul lalu mengumpuli istrinya?
Saudari tergolong orang yang baru menikah, banyak masalah yang dihadapi, masing-masing ingin dituruti kemauannya, padahal tidak mungkin berdamai bila salah satu anggota pasutri tidak mengalah. Mengalah untuk kebaikan yang bukan melanggar agama termasuk amal baik, misalnya memenuhi permintaan suami pada saat dia “membutuhkan” walaupun istri kurang “berselera”, dan masih banyak usaha yang bisa memadamkan atau mengurangi kemarahan suami.
Sebaiknya Saudari tidak minta cerai terlebih dahulu, karena perceraian belum tentu menyelesaikan perkara. Ingat, hidup penuh dengan ujian. Jika hal di atas sudah diupayakan dan tetap saja suami punya sifat yang jelek yang merugikan istri dan keluarga, maka istri boleh saja meminta cerai, tentunya apabila sudah ditimbang maslahat dan madharatnya setelah perceraian terjadi.
Sumber: Majalah Mawaddah, Edisi 11, Tahun 1, Jumadil Ula–Jumadil Tsaniyah 1429 H (Juni 2008).
sumber:
konsultasi syariah dot com
Versi lainnya:
0 komentar:
Post a Comment