Sunday, February 15, 2015


Aku Mencintaimu Semuanya Terajut Indah


Membentuk kenangan manis tak terlupakan... Di hidupku dan hidupmu... 
*** Balutan awan mendung menghiasi langit diatas sana saat ini.

Menjatuhkan debit-debit air yang tercurah deras permukaan dibCila. Sang kilat menampakkan cahaya menyeramkannya diatas sana. Tak lupa, suara guntur terdengar bersahutan diatas sana. Menggelegar, memekakkan telinga. Nampak, di sebuah halte mini dipinggir jalan kota, terdapat dua bocah kecil dengan balutan seragam putih merahnya. 

Mencoba menghindari guyuran hujan yang tengah asyik mengguyur bCila. Tanpa adanya suatu yang hangat membalut mereka. Dibalik dinginnya udara yang menusuk tulang. Mereka menunggu dan menunggu. Nampak, bocah kecil tengah sibuk menggesek-gesekkan kedua telapak tangannya. Mencoba mencari kehangatan disana. Sementara yang satunya memeluk kedua tubuhnya dengan tangannya sendiri. Bibir pucatnya bergetar hebat. 

JDERR Satu gunturan diselingi kilatan menyeramkan menampilkan aksinya. Menciptakan auman keras nan menyeramkan dibumi ini. Bak kode alam yang menandakan bahwa ia murka. Membuat siapapun yang menyaksikannya merasakan ketakutan yang amat hebat. Gadis kecil tersebut sontak terlonjak kaget kala mendengarnya. Dengan satu gerakan cepat dihamburkannya dirinya didalam pelukan bocah yang satunya. Tubuh dan bibirnya bergetar hebat seiring dengan terjadinya aksi alam tersebut. Sementara yang dipeluk membalas pelukannya hangat. Mencoba menenangkan keadaan. Apin, Cila atut. Ada sebuah getaran hebat terurai disana seiring ketakutannya meraja rela. Bocah yang satunya membelai rambut gadis tersebut dengan lembut menggunakan tangannya yang gemetar kedinginan. 

Dipeluknya lebih erat gadis kecil tersebut. tenang, Cila. Hiburnya mencoba menenangkan. Gadis itu mulai menangis didalam pelukan hangat tersebut. Mungkin karena ketakutannya saat ini yang amat dahsyat. Sementara bocah yang satunya tersenyum tipis. Dieratkan pelukannya seiring dengan pecahnya tangisan tersebut. tenang Cila. Apin dicini. Cila nda usah atut. Apin janji bakal jagain Cila celamana Tutur bocah itu tenang penuh arti. 

*** Kini, kenangan indah itu terlupakan... Terselubungi debu dan usang... 
*** -10 Tahun Kemudian- Shilla P.O.V Kalian tahu, bagaimana rasanya mencintai tanpa dicintai ? Yup, itu sakit rasanya. Amat sangat sakit. Bagai ada pisau yang menancap di ulu hati. Bagai ada batu besar yang menghimpit dada ini. Sesak, sakit. Ya, itu yang kurasakan saat ini. Mencintai tanpa dicintai. Tak hanya itu, orang yang kucintai membenciku. Amat sangat membenciku saat ini. Entah apa yang membuatnya seperti itu. Yang jelas itu terjadi dua bulan yang lalu. Tepatnya saat kejadian itu. Kejadian yang merupakan awal dari segalanya. 

* Aku uring-uringan di kelasku saat ini. Bukan karena nilaiku jelek, bukan karena akan ada ulangan saat ini, atau bukan karena ada razia Handphone dadakan. Melainkan karena novel kesayanganku hilang tanpa jejak. Ya, tanpa bekas sekalipun. Mungkin kalian berfikir aku ini orang yang kurang waras karena bertindak seperti ini hanya karena hilangnya novel tak berharga milikku. Tidak! Kalian salah, aku bersikap seperti ini bukan karena novelnya, melainkan karena sesuatu yang kurahasiakn rapat-rapat terdapat disitu. Amplop berwarna pink dengan motif gambar hati menghiasinya. Didalamnya terdapat surat rahasia. Curahan isi hatiku. Disitu ungkapan perasaanku terhadap seseorang tertuang jelas. Merasa sia-sia, aku memutuskan untuk berhenti uring-uringan. Aku lebih memilih untuk terduduk disudut kelasku yang memang saat ini sedang sepi karena pelajaran olahraga. Pemberitahuan sedikit, aku ini merupakan murid yang memiliki fisik yang lemah. Murid yang penyakitan. Maka dari itulah, aku tak diizinkan untuk mengikuti pelajaran olahraga. Alhasil, disinilah aku sendirian dikelas.

Kutenggelamkan wajahku dibalik kedua lututku yang ditekuk. Aku merasa putus asa saat ini. Bukan karena hilangnya amplop itu tapi karena aku takut seseorang menemukannya. Dan membeberkannya keseluruh antero sekolah. Ohh... tak bisa kubayangkan itu. Tiba-tiba suara derap langkah seseorang memenuhi rongga telingaku. Membuat ku dengan sekali gerakan cepat mendongakkan kepalaku. Aku tersentak kaget kala tahu siapa dia. Sosok yang spesial bagiku. Sosok yang berperawakan tinggi dan berkulit putih ini kini tengah berdiri tegap dihadapanku. nih, punya Lo. Katanya dingin padaku seraya menyodorkan novelku yang hilang lengkap dengan amplopnya yang sedikit menyembul dari balik lembaran novelku. Aku terlonjak kaget kala menerimanya. Kutatap wajahnya dengan sendu. Kini, wajah itu tengan menatapku dengan sinisnya. 

Apin... sahutku sedikit bergetar. gue gak suka elo punya perasaan khusus buat gue. kita tuh lebih pantes temenan, gak lebih. Aku bergeming dalam diam. Tak habis pikir olehku ia akan membaca semuanya. Semuanya secara keseluruhan. Dan yang lebih mengejutkannya lagi ia akan mengatakan kalimat dingin itu padaku. Kalimat yang membuat hatiku tertohok. Belum sempat aku berujar. 
Dia menyerobotnya. lupain perasaan lo itu! 
Gue gak suka! tuturnya yang setelahnya berjalan meninggalkanku. 

Aku tercengang mendengarnya. Apa yang dia bilang ? dia tak suka bila aku mencintainya ? salahkah aku ? ohh iya satu lagi, nama gue Alvin bukan Apin. Bukan Apin yang kecil kaya dulu. Karena gue dan elo juga gak akan kecil selamanya. Toh, gue juga bakal manggil lo dengan sebutan ˜Shilla™. kalimat itu kembali terlontar sebelum ia benar-benar pergi meninggalkanku sendirian. Mataku memanas mendapati perlakuannya itu terhadapku. 
Dan tanpa aba-aba lagi cairan hangat milikku kini tengah mengairi wajahku dengan bebas. Ya, tangisku pecah dikelasku yang sepi ini. 

* Aku kembali menangis mengingat semua itu. Setelah kejadian itu Alvin benar-benar menjauhiku. Hubungan persahabatan kami menjadi renggang. Kini, ia tak lagi bermain bersamaku seperti yang biasanya kulakukan bersamanya. Ia lebih memilih bergabung dengan teman satu eskul basket dengannya dari pada harus bersamaku. 
Aku tak pernah tahu, sebegitu sebalnya kah dia terhadap perasaanku ini terhadapnya ? 
Apa sebegitu tidak sukanya kah dia bila aku mencintainya ? 
Apa aku salah bila rasa ini ada dihatiku ? 
Tidak, bukan. Aku tidak salah. Bukankah mencintai adalah hak setiap insan. Tapi, mengapa ia melarangku ? Aku memejamkan mataku dalam posisiku saat ini. Duduk termenung disamping balkon kamarku bertemankan semilir angin malam yang lembut. Dengan tanganku memegang erat sebuah figura kayu yang memampangkan fotoku dan dirinya, Alvin si sahabat kecilku. Miris hatiku kala aku mengingat-ngingat kalimat janji terhadapku kala itu. Aku ingat, ia pernah berjanji terhadapku akan menjagaku selamanya. Tapi, sekarang apa yang kuterima ? Ia tak benar-benar menjagaku selamanya. 
Apa aku terlalu berlebihan karena berharap janji itu benar-benar ditepati ? 
Tidak, bukan ? 
Wajar bila aku menunggu-nunggu janjinya. Janji kecil dia untukku. Janji sederhana, namun penuh arti. 
Argh... rasa ini lagi. Rasa pening pada kepalaku yang sepertinya akhir-akhir ini tak pernah absen dari kehidupanku. Rasa pening disertai mengalirnya darah dari hidungku. Ya, kalau sudah begini aku lebih memilih untuk beranjak pergi ketempat tidur. Berharap rasa ini segera pergi. Perlu kalian ketahui, kawan. 
Didalam diriku tengah bersarang kanker yang amat mematikan. Kanker yang sudah bersifat akut pada diriku. Dan menurut ilmu kedokteran. Obat untuk penawar penyakit ini masih dalam perdebatan. Membuat kecil kemungkinan hidupku takkan lama lagi. 

*** Apa rasa ini salah untuk tumbuh dihatiku ? Hingga kau benar-benar membencinya... *** 

Benar saja, pagi ini setelah bangun dari tidurku rasa pening itu sudah tak begitu sakit. Meski masih sedikit terasa sakit, namun tak begitu sakit dari semalam. Membuatku sedikit bisa menjalankan aktivitasku dipagi ini. Dengan santai aku berjalan dikoridor sekolahku. Meski aku yakin pasti teman-temanku dapat melihat wajah pucatku saat ini akibat rasa pening dikepalaku. Tapi, yasudahlah tak apa. Toh, itu tak terlalu berpengaruh untukku. Mendadak langkahku terhenti kala mataku menangkap siluet seseorang sedang berjalan berlawanan denganku. Jarakku dan jaraknya kurang lebih hanya 5 meter. Sosok orang yang sukses membuat jantungku berhenti berdetak. Membuatku mendadak sulit bernafas. Terpaku menatapnya. 

*** Alvin P.O.V Oh My God. Mimpi apa aku semalam hingga pagi ini harus bertemu dan berpapasan dengan wanita gila dalam hidupku, Si sahabat kecilku. Ya, julukan itu kuberikan semenjak aku tahu kalau dia mencintaiku. Entah mengapa aku tak suka ia mencintaiku. Karena menurutku, aku dan dirinya hanya pantas berteman saja, tak lebih. Mendadak aku merasa ingin muntah saat menatap wajahnya kala menatapku. Bagaimana tidak, saking terpukaunya menatapku. Ia terbengong-bengong tak bergerak menatapku. Ditambah lagi wajahnya yang pucat hanya karena melihatku. Apinh~ itu terlalu berlebihan. 

Aku tak suka. Dengan sekali gerakan cepat kuputar balik tubuhku. Aku lebih memilih lewat koridor utama yang jauh dari kelasku dari pada harus lewat didepannya. Sungguh, dari lubuk hatiku yang paling dalam. Ingin rasanya aku lari ke toilet lalu muntah bila menatap tingkahnya saat berjumpa denganku. Demi apapun, dimataku itu menjijikkan. Alih-alih berikutnya setelah memutar balik badanku. Ku percepat langkah ku agar dia tak lagi menatapku. Sempat terlihat olehku, wajah kecewanya kala aku memutar balik badanku. Kasihan memang, tapi mau diapakan lagi. memang dasarnya aku tak pernah suka ia seperti itu terhadapku. gila lo Vin, mendadak muter balik gitu. 
Keluh sohib baruku, Rio. emangnya kenapa sih ? kan lewat situ lebih deket dari pada harus lewat koridor utama yang jauhnya 7 keliling, 7 turunun, 7 tanjakan, 7 belokan, 7 hmbpp... dumel Cakka, sohib ku yang satu lagi. Yang langsung mendapat satu bekapan paksa dari Rio. Heran memang, dia cowok. Tapi, bawelnya kaya cewek. 
Ish.. ish... ish... Sementara mulutku diam terkatup mendapati perlakuan mereka. Sempat terlihat olehku, Rio sedikit melirik dengan ekor matanya kearah belakang, lantas berujar , Shilla lagi ? yang menurut lo mmm... ngg... cewek gila itu ? tanya Rio sedikit ragu kala mengucapkan kalimat diakhirnya. Aku terdiam sejenak. Lantas mengangguk malas. kenapa sih lo sebel sama dia? kali ini mendadak Rio jadi banyak bertanya. Cakka mengangguk, setelah membenarkan kerah baju yang sedikit terkoyak akibat perlakuan Rio barusan. bukannya harusnya lo seneng dia cinta eh... suka sama lo ? kalo gue sih pasti seneng, toh Shilla cantik juga kalo diliat-liat. Aku masih diam membisu. Malas untuk menjawab pertanyaan aneh itu. Pertanyaan yang membuatku muak dan ingin muntah saat ini juga. lo emangnya lupa apa akan janji dimasa lalu lo ? Rio memincingkan matanya menatapku. 

Aku menghentikan langkahku sejenak. Menatap Rio dengan tatapan bak singa yang sedang kelaparan. Lantas berujar dengan garang, toh itu Cuma janji bocah kecil yang gak ada artinya. tapi, bisa aja si Shilla masih nunggu lo buat nepatin janjinya. Belum sempat Rio mengatupkan mulutnya aku menatap Rio dengan tatapan tajam penuh amarah. Pertanda kalo aku tak suka ia berkata seperti itu. Karena, aku malas mengungkit-ungkit masa laluku. Terlebih lagi ada sangkut pautnya dengan Shilla. membuatku ingin menuli saat itu juga. Rio menghela napas pelan, lantas berjalan lebih cepat mendahuluiku setelah berujar, terserah Lo! hukum karma masih berlaku, Sob. Jangan sampe lo nyesel dikemudian hari. Nasihat Cakka seraya menepuk bahuku lantas setelahnya ia mengekor dibelakang Rio. 

*** Apa masih ada celah untukku untuk menyusup masuk ke dalam ? Walau hanya menikmati ruang hatimu meski hanya sepetak... 

*** Shilla P.O.V Aku termenung dikelasku selepas insiden bertemunya aku dengan Alvin. Sakit rasanya hatiku mendapati perlakuannya mendadak seperti itu. Apa salahku terhadapnya hingga ia bersikap sebegitu dinginnya padaku. Apa sebegitu benci ia terhadapku. Kalau ini memang karena cintaku yang tumbuh karenanya ? Apakah terlalu egoisnya dirinya hingga tak mengizinkannya untuk tetap tumbuh dihatiku.Apa ia punya wewenang untuk melarang-larangku untuk itu. Bukankah itu hakku untuk tetap menjaga dan merawat rasa ini hingga akhir hayatku. Bolehkan kali ini aku egois ? membiarkan rasa ini tetap tumbuh didalam hati meski tak ada izin darinya. Bolehkah ? Ya, kuyakin boleh. Sekali lagi, ini hakku. 

* Kini tanganku sibuk menari-nari diatas lembar putih bersih yang terdapat dalam buku Diaryku. Sesekali air mataku berlinang kala aku menulis untaian demi untaian kata yang kurangkai indah sesuai hasratku. Tak kupedulikan pak Dave yang tengah asyik berkicau merdu didepan kelasku mengenai seputar pelajaran sejarah. Dear Diary... Tuhan, bolehkah aku mencintainya ? Bolehkah cinta ini tumbuh didalam hatiku ? Tuhan, bolehkah aku masih bersamanya ? Jika tidak, izinkan aku tuk melupakan tentangnya, Dan membuang semua rasa sayang ku untuknya. Tuhan, jika umurku tak lagi panjang, Izinkan aku untuk melihat senyum dan canda tawanya, Walau hanya sesaat disisa terakhirku. Tuhan, izinkan aku tuk menyimpan semua kenanganku dan dia, Didalam hatiku dan terkenang untuk selamanya... Tertanda, Ashilla Zahrantiara Aku tersenyum miris menatapnya. dan untuk penutupnya air mataku terjatuh tepat diatas namaku. 

* Tiba-tiba, entah dari mana asalnya. Aku merasakan ribuah anak panah menancap dikepalaku. Menciptakan rasa sakit yang begitu dahsyat. Makin lama rasa ini semakin menjadi-jadi. Memaksaku untu berteriak dan mengerang. Refleks tanganku meremas kencang kepalaku yang semakin sakit. Ya, Tuhan rasa sakit dikepalaku semakin menjadi-jadi. Membuatku hampir menyerah menahannya. Tanganku mencengkeram keras kepalaku, berusaha menghilangkan rasa sakit ini. Tapi, Nihil. Rasa itu bukannya berkurang tapi sebaliknya, Sakit dan semakin Sakit. Kini, aku merasakan sesuatu mengalir dari hidung ku. Dan hidungku mendadak mencium bau anyir darah. Semakin lama-lama rasa sakit dikepalaku makin bertambah sakit. Lebih sakit dua kali lipat dari sebelumnya. Tanganku perlahan mulai meremas kepalaku. Sakit sekali. Kurasakan beban dikepalaku bertambah berat. Hampir membuat aku kehilangan keseimbangan tubuhku. Semakin sakit dan berat. Kurasakan pandanganku perlahan mulai kabur dengan rasa sakit yang tak kunjung pergi. Aku merasa aliran darah ini mengalir bertambah deras. Ya... tuhan jangan sekarang. Izinkan aku untuk mencicipi kebahagian yang harusnya kurasakan Perlahan pandanganku makin lama makin gelap. Tubuhku limbung entah kemana. Otot-ototku melemas, tak berfungsi. Sempat terdengar olehku, suara Acha, teman sebangkuku berteriak histeris. Dan akhirnya duniaku gelap tanpa cahaya. 

*** Meski tak dizinkan untukku memilikimu, Bersamamu disisa terakhir hidupku, Tapi setidaknya izinkanlah rasa ini untuk tetap ada... 

*** Alvin P.O.V Ada apa ini, mengapa mendadak pembina Osisku memanggilku yang notabenenya menjabat sebagai ketua Osis. Dan yang lebih membingungkan lagi aku diperintahkan untuk segera datang ke ruang UKS. Aku bingung, untuk apa ? apa ini ada hubungannya dengan firasatku yang tak enak ini. Kubuka pintu ruang UKS dengan tenang. Namun, detik berikutnya mataku melotot serasa ingin mencuat keluar. Kulihat Shilla terbaring lemah diatas kasur dengan dikelilingi dewan guru. Meski aku terkejut, aku mencoba bersikap setenang mungkin. permisi... ucapku sopan. Pak Duta, ada perlu apa bapak memangil saya ? Pak Duta refleks menoleh kearahku begitu juga dengan para dewan guru. Kemudian dengan tergesa-gesa beliau mendekatiku. tolong antarkan Shilla kerumah sakit. Bapak tahu, hubunganmu dengan keluarganya begitu dekat jadi bapak mempercayakannya semua padamu. Entah dorongan darimana, aku mengangguk dua kali secara cepat. Pertanda aku mau menerima suruhan itu. 

* Aku termenung memandangi wajah Shilla yang pucat. Kasihan bila melihatnya dengan kondisi yang seperti ini. Warna pucat nampak menghiasi wajahnya. Seolah merenggut kecerahan pada wajahnya. Tiba-tiba aku merasakan tangannya bergerak kecil. Kemudian dilanjut dengan matanya yang mengerjap-ngerjap beberapa kali. Lantas setelahnya, ia sepertinya terkejut menatapku yang kini tengah berada disisinya. Alvin... ? ucapnya lemah dengan kebingungan. jangan GR dulu gue disini disuruh pak Duta. Bisa kulihat, air mukanya berubah seketika kala mendengar penuturanku. Aku tahu dia merasa tertohok. Tapi, bodo amatlah. Dengan pelan ia mencoba bangun dari posisinya. Yang mau tak mau membuatku harus membantunya. makasih. Ucapnya tulus dengan senyum manis diwajahnya. Sementara aku tersenyum pahit. Kemudian, mendadak suasana menjadi hening. 

Kulihat Shilla menatap wajahku lekat-lekat. Membuatku merasa mual dan ingin muntah saat ini juga. Alvin, izinkan aku memeluk dirimu. Kali ini saja. Mohonnya penuh harap. Dan entah dorongan darimana aku mengangguk. Dan setelahnya Shilla mendekap tubuhku dengan lembut. Saat dekapan hangat menyentuh tubuhku. Aku merasakan ketenangan dan kedamaian yang sepertinya akhir-akhir ini menghilang entah kemana. Bisa kurasakan kerinduan yang mendalam pada diri Shilla. Dan harus kuakui pada diriku juga. Alvin, Izinkan aku mencintaimu. Bisiknya lembut tepat ditelingaku. Aku sedikit terkejut mendengarnya. Mendadak hatiku terenyuk seketika. Aku merasakan sesuatu. Ya, rasa haru bercampur rasa yang sulit diartikan memenuhi ruang jiwaku. 

* Kini, aku termenung dikamar kebanggaanku. Dengan posisi terlentangku aku memeluk hangat gulingku. Mataku menatap kosong langit-langit kamarku. Pikiranku masih terus saja memikirkan kata-kata Shilla tadi siang yang tak henti-hentinya terngiang ditelingaku. Salahkah aku melarangnya untuk tidak mencintaiku ? Egoiskah aku ? Sekejam inikah diriku hingga membuatnya sepertinya begitu terpuruk karena aku. Ya, sejujurnya seiring berjalannya waktu aku tak tega memperlakukannya seperti itu. Namun, mungkin rasa egoku begitu besar mengalahkan segalanya. Tiba-tiba mulutku menguap lebar. Menandakan bahwa rasa kantuk kini tengah menguasai diriku. Alih-alih berikutnya aku terlelap diatas ranjangku. 

* Aku membuka mataku lebar-lebar. Setelahnya aku terlonjak kaget kala menatap ruangan ini. Ruangan dengan nuansa putih dimana-mana. Sejauh mata memandang hanya warna putih terbentang luas dihadapanku. Aku menoleh kebelakang sejenak. Refleks aku kembali terlonjak kala menangkap sosok seorang Shilla tengah duduk anggun didepan sebuah Piano yang indah. bisa kulihat jelas wajah cantik itu tersenyum padaku. Lantas tangannya sibuk menari-nari diatas tuts-tuts piano. aku ingin menjadi mimpi indah dalam tidurmu aku ingin menjadi sesuatu yg mungkin bisa kau rindu karena langkah merapuh tanpa dirimu oh karena hati tlah letih aku ingin menjadi sesuatu yg selalu bisa kau sentuh aku ingin kau tahu bahwa ku selalu memujamu tanpamu sepinya waktu merantai hati oh bayangmu seakan-akan kau seperti nyanyian dalam hatiku yang memanggil rinduku padamu seperti udara yg kuhela kau selalu ada hanya dirimu yangg bisa membuatku tenang tanpa dirimu aku merasa hilang dan sepi, dan sepi (Dealova) Nyanyian merdu nan lembut itu berhenti seketika. Kini kutatap wajahnya lekat-lekat yang saat ini posisiku berada disampingnya. Lagi-lagi senyum indah itu terulum untukku. Namun, tetap dengan wajah pucatnya. Dengan tulus kebalas senyumnya. Bisa kulihat gurat-gurat kebahagiaan menghiasi wajahnya. I love you. Kali ini aku tak kaget mendengarnya. Justru kali ini aku merasa senang mendengar penuturannya. Saking senangnya refleks tubuh memeluk dirinya. Tapi tunggu, aku merasa seperti memeluk udara. Dan benar saja mendadak sosok Shilla menghilang dihadapanku bak kabut yang tertiup angin. Kuedarkan pandanganku keseluruh penjuru arah. Berharap kutemukan sosok cantik Shilla. Namun, sepertinya sia-sia. Karena aku tak mendapati siapapun disini. Hanya nuansa putih dimana-mana. Shillaaaaaaa!!! teriakku panik. 

*** Untuk terakhir kalinya, Sebelum aku benar-benar pergi, Izinkan aku mencintaimu... 

*** Aku terbangun dari tidurku. Keringat dingin bercucuran dengan derasnya ditubuhku. Nampaknya, barusan itu hanya mimpi. Tapi, mengapa tadi serasa seperti nyata dan sungguhan. Sejenak ku lirik jam kamarku. 02.30. tak selang beberapa detik handphoneku bergetar. Aku sedikit menggerutu. Siapa yang berani-beraninya menelponku tengah malam begini. Aku sedikit membelalak kala nama ˜mamah™ tertera dilayar handphoneku. halo, mah Halo,Vin. ada apa mah, kok malem-malem begini nelpon. Emang mamah dimana ? kenapa gak langsung kekamar aja ? mamah dirumah sakit,Vin. terdengar mamahku sedikit terisak. hah ? ngapain ? Shilla, Vin. Shilla ba... baru saja meng... menghembuskan napas terakhirnya. Ucap mamahku terbata-bata masih dengan terisak. Aku terlonjak kaget. Perlahan genggaman pada Handphoneku mengendur. Lantas merosot perlahan. Tubuhku lemas seketika. Tak habis pikir diriku. Shilla meninggalkanku secepat itu. Bahkan aku belum sempat meminta maaf kepadanya. Menjaganya untuk terakhir kalinya sesuai janjiku. Ohh... Tuhan, mengapa begini ? 

* Dengan balutan pakaian serba hitam. Aku menangis sejadi-jadinya didepan gundukan tanah merah tempat sahabat kecilku disemayamkan. Meski hampir seluru pelayat telah meninggalkan tempat ini 5 menit yang lalu. Tapi itu tak membuatku untuk pergi dari sini. Sekarang, semuanya telah berakhir dengan kesedihan. Sahabat kecilku tersayang telah meninggalkanku untuk selamanya. Ia pergi akibat kanker yang dideritanya, yang baru saja ku ketahui tadi pagi dari Tante Zahra “Ibunda Shilla -. Aku menyesal. Sangat menyesal. Shilla pergi tanpa memberikanku kesempatan untukku meminta maaf kepadanya. Bahkan akupun belum sempat memenuhi janjiku. Janji kecilku yang begitu berarti kepadanya. Dan bahkan aku belum sempat membalas perasaan cintanya terhadapku. Aku menyesal. Kutatap nanar lipatan kertas biru muda pemberian tante Zahra barusan. Ia bilang ini dari Shilla yang dikhususkan untukku. Dengan ragu kubuka kertas itu. Mendadak nafasku sesak membacanya. Hatiku begitu tertohok setelahnya. Dear Alvin, Hai Apin, ehh maksudnya Alvin hehehe... gimana ? pasti waktu kamu lagi baca surat dari ku aku pasti udah hidup bahagia disurga sama malaikat. Ya kan ? Hei, mengapa kamu cemberut gitu ? kamu iri ya sama aku gara-gara aku sekarang disurga. Gak usah irilah. Enakan juga didunia bisa sama-sama sama orang yang disayang. Terlebih lagi bisa hidup tanpa aku :) Seiring dengan datangnya surat ini, aku mau ngucapin sesuatu sama kamu, pertama makasih selama ini kamu udah mau jadi sahabat aku meski Cuma sebentar. Makasih kamu udah ngelukis warna dihidup aku meski hanya setitik. Walau hanya sebesar itu, tapi buatku itu begitu berarti. Kedua, maaf kalau aku punya salah sama kamu. 

Maaf kalau aku bikin kamu kesel dan muak kalau kamu ketemu aku. Aku tau kamu udah gak betahkan kalau aku ada dikehidupan kamu. Makanya kamu sebel banget sama aku. Eits tapi, sekarang kan aku udah gak ada di kehidupan kamu. Jadi, kamu gak perlu repot-repot lagi sebel sama aku ^.^ Ketiga, aku mau bilang. I love you, Alvin. Aku amat begitu mencintaimu. Aku tau kamu nggak suka rasa ini dan tumbuh dihati aku. Tapi bolehkah aku sedikit egois kali ini. 

Tolong biarkan aku mencintaimu, meski kau melarangnya. Karena ini semua hakku. Meski aku nggak bisa hidup bahagia bersama kamu lagi. Tapi, setidaknya izinkan aku mencintaimu untuk yang terakhir kalinya. Kumohon... Sekarang cinta ini, rasa ini, dan kenangan ini telah pergi bersamaku. Meski aku tahu kau tak menginginkan semua ini ada. Setidaknya rasa ini akan tetap hidup dihatku selamanya. Salam persahabatan dan kasih sayang, Ashilla Zahrantiara 

* Aku tersenyum miris membacanya. Lantas setelahnya aku menaburkan bunga diatas gundukan tanah tersebut. kemudian tersenyum tulus. kuakui, aku pun mencintaimu sepenuh hatiku. Tuturku tulus seraya mengelus lembut nisan dihadapanku. Sepertinya langit turut berduka akan kepergian sahabatku. Perlahan-lahan rintikan air hujan menguyur bCila ini. Menemaniku dalam penyesalan ini.


Berawan Com kadang cinta itu seperti poni sudah tahu tidak cocok namun tetap di paksakan


0 komentar:

Post a Comment