Aku meremas sepucuk undangan merah hati itu dengan kesal, lalu ku buang di tong sampah yang hampir membludak karena kepenuhan. Menatapnya sejanak dan berlalu pergi meninggalkan ruangan yang ikut ku rasakan pengap dan penuh sesak.
Ku raih jaket dan kunci motor ku dengan tergesa, ku lajukan motor ku dalam kecepatan di luar batasku, pikiran ku kacau dan hati ku mendadak ingin marah dengan keadaan yang tak pernah berpihak padaku.
“Dia menikah?” tanya ku pada diri ku sendiri seolah masih meragukan undangan itu.
Laju motor ku meliuk di jalur yang lumayan lengang, aku terus melaju dan acuh dengan gerimis yang mulai merinai dingin, pikiran ku kalut dan ingin lari menjauh sejauh yang aku bisa, aku ingin menghapus semua tentang dia, ya dia yang sudah satu tahun menghiasi waktu ku.Perempuan yang hadir atas nama Dian Diana Diati, dengan paras ayu nan pempesona meluluhkan hati ku di sebuah pesta ulang tahun seorang teman, sejak saat itu kisah berlanjut dan berjalan indah seolah tak ada masalah, aku dan dia meniti hari-hari yang ranum penuh warna keceriaan, derai tawa dan canda yang selalu menjadi harmoni rindu di hatiku, semua berjalan manis-manis saja dan aku sangat menikmati kebersamaan kami.
Namun entah kenapa di awal tahun ini semua mendadak suram, buram dan muram menghiasi jagad hari ku, tak ku mengerti dengan keputusannya yang mendadak mengakhiri kisah cinta ini, meninggalkan aku dengan tanya yang masih belum tuntas dengan jawabnya.
“Aku dijodohkan oleh orang tuaku, dan aku tak mau jadi anak durhaka”
Kalimat itu adalah kalimat terakhirnya yang masuk dalam inbox handphoneku, lalu setelah itu dia raib dan kabur entah kemana, hingga aku tak bisa menemukan dimana jejak rimbanya berarah. Pencarian ku berakhir dengan luka, ya dia menghadirkan luka yang begitu dalam untuk ku. sebuah undangan pernikahannya yang memampang fotonya dengan lelaki lain tergeletak di depan pintu rumah ku.
“Hari gini masih ada kisah perjodohan? EDAN” keluh ku kesal.
Motor terus aku lajukan, deru air langit mulai menerpa wajah lusuh ku, menyatu dengan setitik kecewa yang menetes di matik mataku, campuran luka dan kecewa atas kehilangan dia yang telah ku tetapkan sebagai cinta terakhir.
“Kamu keterlaluan, kamu egoiiiis, aku benciiii kamu” umpatku kesal sejadi-jadinya, sekeras-kerasnya.
Aku tak perduli orang bilang aku gila, teriak-teriak tak karuan begini, karena yang bisa ku lakukukan hanya ini untuk mengurangi beban dihati ku. aku tak tahu harus membagi beban dan luka ini kepada siapa lagi. Deru motor ku masih terus merangsek kesepian jalan yang terus diguyur hujan yang kian lebat, kuyup raga ku tak mampu mendinginkan hati ku yang terbakar, bara terus membara membakar jantung ku, meruntuhkan semua asa ku remuk menjadi puing-puing berserakan. Aku terkapar dalam kegalauan ku yang terus menggila.
“Aku begitu setia mencintai mu, begitu tulus menyayangi mu, beginikah balasan mu?” teriak ku sejadi-jadinya dalam kemarahan yang tak mampu aku elakan lagi.
Motor ku berbelok ke arah sebuah bukit di tepian kota yang biasa aku sambangin jika hati ku butuh ketenangan. Untuk mencapai puncak bukit, aku harus menaklukan jalanan yang menukik dan penuh tanjakan yang terjal. Belum lagi hembusan hujan dan angin yang dingin menusuk-nusuk hingga ke tulang ku membuat ku hampir kehilangan kendali.
Benci aku harus menangisi keadaan ini, cepat ku lerai air mata ku yang tumpah bersusualan. Hati ku terus menjerit kesakitan dan aku ingin berteriak seolah ini tak nyata, aku ingin memungkiri semua kejadian ini, seolah ini hanya sebuah kisah dalam sebuah novel melankolis belaka. Namun cucuran air hujan menyadarkan ku bahwa yang aku alami ini adalah nyata dan aku sedang terlilit rasa sakit ini.
“Kenapa tak kau jelaskan sejak awal?, sebelum seluruh hati ini aku berikan untuk mu?” gerutu ku kian parah.
Motor ku terus melaju, berlalu dengan kecepatan yang mengila, otak ku sepertinya mendadak terjadi konsleting hebat dan tak bisa di kendalikan untuk di ajak berpikir logis. Aku terhasut amarah yang meletup letup di kedalam hati ku, jiwa ku terbakar kalut yang terus merong-rong kepedihan yang berpesta kian riuah di kalbuku, aku teriak lepas dalam derai hujan dan dalam kecepatan motor yang tak surut berkurang, aku benar-benar kacau.
Hari kian gelap dengan jarak pandang yang kian rendah karena kabut mulai turun perlahan, lampu motor ku mendadak redup, berkali-kali aku picingkan mata ku dan berusaha konsentrasi dengan jalan di depanku, namun konsentrasi ku kali ini benar-benar buyar, aku letih namun tak ingin berhenti untuk terus berlari, Menjauh sejauh yang aku bisa.
“Aku masih belum ikhlas melepaskan mu untuk bahagia bersama dia lelaki pilihan orang tua mu”
Motorku mendadak ngadat, mesinnya tiba-tiba mati, seketika jalanan gelap gulita dengan hentakan halilintar yang masih terus menggerutu di angkasa raya, hujan juga belum ada tanda-tanda untuk mereda, dingin mengikis daya ku kian lemah, aku memapah motor ku dengan langkah gontai dengan nafas yang terengah-engah tak beraturan. Kurasakan gigiku mulai gemeletuk menggigil kedinginan.
“Dingin hujan ini, tak kunjung mampu meredam hatiku yang terlanjur hancur terbakar”
Dengan sisa tenaga yang masih bertahan di ragaku, aku memarkir motor ku di sebuah rumah tua yang begitu sepi dengan pintu yang tertutup rapat, di teras hanya ada lampu pijar yang suram di kerubung laron yang menari-nari dengan lincah.
Ku mengetuk pintu itu dengan suara ku yang parau, bahkan aku sendiri tak lagi mampu mendengarnya dengan jelas. Jiwa raga ku benar-benar lelah, pandangan mata ku mendadak gelap dan aku tumbang di depan pintu sebelum yang punya rumah membukanya.
Aku tersadar dengan keringat dingin di sekujur tubuh ku, baju ku basah keringat, pinggul ku terasa sakit dan aku baru menyadari aku tergeletak di lantai berkeramik dingin tanpa alas. Rupanya aku terjatuh dari tempat tidur ku.
Ku kucek mataku perlahan, mengumpulkan kembali kesadaran ku yang entah sebagian masih melayang di awang-awang nan dingin. Namun suara Adzan subuh yang syahdu memyempurkan kembali kesadaran ku menjadi pulih.
“Untung cuma mimpi” gumam ku pelan.
Tak terbayangkan jika mimpi itu menjadi nyata dalam hidup ku, pasti aku akan sangat galau karena di tinggal nikah oleh kesasih hatiku.
“Duuuuh Gustiii, Amit-Amit galau karena di tinggal nikah oleh pacar” #sambil ketok meja 3kali…
Hahahahahaha...
sumber: embunoengoe
Ditinggal Nikah SAKITnya ITU disini
berawan com Ditinggal Nikah SAKITnya ITU disini
0 komentar:
Post a Comment