Thursday, June 26, 2014


Akhirnya punya keberanian lagi mendegarkan sampai habis lagu Cahaya Bulan. Kerinduan yang amat mungkin menimbulkan keberanian yang sangat.
Setiap  melodinya membawa pada sebuah peristiwa. Bagaimana mesra dan sejuknya Sumbing kala itu. Merdu dan damainya waktu itu.
Tidak ada yang bisa menahan takdir. Hanya itu yang selalu buat ku kuat. Buatku tetap belajar dari kepergianya. Sesal. Sungguh. Aku bahkan merasakan semua firasatnya tapi tak mampu menghalagi semuanya. Sungguh, aku menyesal. Maaf untuk ajakan ngobrol yang kulewatkan begitu saja, untuk sapaan hangat yang tak kuhiraukan, untuk diammu sebelum shalat dzuhur yang tak ku pertayakan, untuk pusingmu kala grimis menetes, untuk takutmu kala nisan kau duduki, untuk pertanyaanmu soal petir, untuk jatuhmu kala terburu di depanku, untuk kacangmu yang kuambil, untuk ranselmu yang ku paksa tukar, untuk foto yang kau kutinggalkan, untuk ejekan “mama minta pulsa” yang ku lontarkan, untuk dahagmu yang tak ku hiraukan, untuk keluhmu soal lapar. Maaf. Sungguh aku menyesal semua yang begitu jelas kau paparkan tak pandai aku artikan maknanya. Semua seperti di paksakan berjalan walau aku sadar kita harus kembali pulang.
Sungguh aku menyesal.
Kenapa tak ku sampaikan sms mamamu sebelum puncak. Kenapa tak ku tukar ranselmu dengan lebih ringan. Kenapa tak ku packing banyak makanan untuk puncak agar kau tak lapar. Kenapa tak ku ajak kau naik saja bersamaku sepereti sebelumnya.
Kenapa…
Sungguh aku menyesal.
Bahkan aku tak tahu kalau kau sudah berpulang siang itu. Tau kau, aku masih saja percaya kau akan kembali pada kami. Obat-obat itu sudah ku persiapkan untukmu. Tapi tak kunjung ada yang menjawab ,kau apa kabar. Maaf aku tak peka burung -burung itu pertanda kau berpamit. Maaf aku yang paling terakhir tahu kau pergi. Maaf.
Maaf aku tak punya keberanian menjawab telpon mamamu. Menjawab sms teman-temanmu. Aku takut sungguh. Aku bahkan tak percaya itu kamu yang terbujur kaku di atas pick up. Heiii. Itu bukan tontonan. Minggirlah. Aku muak pada semua yang berkerumun melihatimu tak berdaya.
Tapi aku lega kau tersenyum gagah.
Maaf aku tak antar kau pulang ke rumah. Aku takut menghadapi semua kenyataan yang begitu cepat. Aku tak tahu dari mana harus ku bercerita jika semua bertanya.
Maaf untuk edelwish yang sudah mengering yang hanya bisa ku taruh di makamu. Maaf untuk terlambat melihat makamu. Semua maaf untuk semua yang ku sesalkan untukmu.
Terima kasih kau tak marah. Terima kasih untuk pesan yang kau sampaikan lewat mimpi. Terima kasih untuk menjadi pelajaran bauatku. Terima kasih untuk titik balik yang kau hadirkan untuk kisah cintaku. Terima kasih.
Pada sebait liriknya aku mendengarmu.
“Terangi dengan cinta di gelapku. Ketakutan melumpuhkanku”
Aku bawa sebelah sarung tanganmu. Ku simpan selamnya dan sebaikanya.
Aku tahu kau hadir, saat ku tiliskan ini. :-D


i am sorry

berawan com i am sorry

0 komentar:

Post a Comment