Sunday, June 8, 2014



Pagi itu mentari bersinar cerah, tak sedikitpun ia berhenti memancarkan cahaya.
Aku duduk termenung sendiri pagi itu. Pandanganku memburu tajam pada sebuah cincin pernikahan yang kupegang.
Tak berapa lama aku dikagetkan dengan kedatangan seseorang.
“Radit, sedang apa?” ia menepuk pundakku lantas duduk tepat di sampingku dan menyandarkan kepalanya di bahuku.
“Ahh, Lintang. Kau membuatku kaget.”
“Kau sedang merenung?”
“Ah tidak, mana bisa aku merenung melihatmu yang segar seperti ini.”
“Kita keluar yuk Dit, makan gitu atau kalau enggak kita jalan jalan.”
“Gak bisa lintang, kamu kan gak boleh keluar.”
“Yah Radit, ya udah kalau gitu aku telepon Andre aja suruh nemenin dia”. Lintang mengeluarkan handphone dari sakunya.
“Gak boleh juga Lintang. Kamu gak boleh ketemu sama Andre.” Kuambil hanpdhone Lintang dan kugeletakkan di meja sebelahku.
“Haishh, Radit gak asik.”
“Maaf, kalau aku buat kamu marah.” Kupandangi dalam-dalam wajah Lintang. Wajah manisnya tak bisa disembunyikan sekalipun dia marah. Mata indahnya tetap sayu meskipun dia sedang cemberut.
“Kamu jelek kalau marah.”
“Aku tidak marah.”
“Lalu?”
“Aku cantik!” sambil mengarahkan wajah lembutnya dekat dengan wajahku, sangat dekat. Kita berpandangan cukup lama dan hanya kulayangkan sebuah ciuman di keningnya.
“Iya cantik, udah jangan marah lagi. oke?” ucapku tersenyum padanya dan beranjak membuatkannya minum.
“Radit, lagu apa yang akan kamu nyanyikan untukku minggu depan?”
“Aku belum tahu.”
“Kenapa belum tahu? seharusnya kamu sudah menyiapkannya untukku.”
“Tenang saja, akan ku berikan lagu paling baik untukmu.”
“Janji?”
“Tentu.”
“Oke, aku tunggu lagu darimu sampai acaranya jelek karena lagumu awas ya.”
“Tidak akan pernah terjadi Lintang.”
“Kalau begitu aku pulang ya. Daaa Radit.” Dia berlari ke arahku dan memelukku.
“Kok pulang, minumannya?”
“Aku ingin beristirahat. Sampai bertemu besok.”
Lintang adalah sosok gadis yang hebat. Dia mampu membuat pelangi saat hujan turun di hatiku.
Ia bisa membuatku merasa begitu tenang saat di sampingnya, dan Ia juga bisa membuat nasi goreng yang rasanya mirip dengan masakan Ibuku. Lintang, dia sederhana, penuh cinta dan selalu bisa membuat orang bahagia termasuk aku.
Kulihat piano yang terletak di sudut kamarku, setelah cukup lama ku buka catatan lagu yang sudah banyak kunyanyikan untuk Lintang, dan sekarang aku tengah menggarap satu lagu lagi untuknya.
Ku duduk di depan piano dan hanya diam. Sesekali kutenggelamkan wajah di antara kedua tanganku, yang terlintas malah ceritaku dengan Lintang. Mulai dari kita pertama bertmeu hingga hari ini, dan akhirnya aku tahu lagu yang ingin ku nyanyikan untuknya “wedding dress”.
Seminggu berlalu,
Pagi ini aku terbangun karena teleponku berbunyi dan ternyata itu sms dari Lintang.
“Jangan lupa, ini hari penting.”
Segera kubergegas siap-siap. Selesai mandi kuambil kemeja putih yang baru kubeli beberapa waktu yang lalu ditemani Lintang. Namun langkahku terhenti mengamati cincin yang bersembunyi di balik wadahnya. Kupakai kemeja putih itu dan rompi warna hitam beserta dasi yang sesuai. Begitu sudah siap ku ambil buku catatan lagu yang hendak kunyanyikan untuk Lintang.
Kuayuhkan langkahku, tak lupa cincin itu kutaruh di saku celanaku. Gugup rasanya. Langkah ini menjadi gontai. Hingga akhirnya aku sampai di depan gedung.
“Hari ini harus sempurna!” kataku dalam hati. Orang orang beserta teman temanku dan juga teman Lintang sudah berada disana. Mereka mulai menyalamiku, dan aku membalasnya dengan senyum hangat. Sambil berlalu ku masuki gedung itu, aku mencari dimana Lintang. Sampai ke bagian dalam gedung kulihat Lintang sangat anggun dengan baju pengantinnya
“Kamu cantik sekali.” Pujiku kepada Lintang sambil merapikan rambutnya.
“Kamu juga tampan hari ini Radit. Senang sekali melihatmu.” Lintang merapikan kerah bajuku
“Aku sangat gugup Radit.”
“Sini..!” Pintaku pada Lintang yang kemudian memelukku, aku pun balas memeluknya. Rasanya ingin waktu berhenti disini saja, jangan berjalan lagi. Biarkan begini saja. Aku dan Lintang.
“Lintang, Radit.” suara yang tak asing membuyarkan lamunanku dalam pelukan Lintang
“Andre. Seru lintang yang kemudian berlari ke arahnya.”
“Sudah siap?”
“Tentu.”
“Baik aku tunggu ya. Radit, terimakasih ya sudah datang.”
“Iya, aku keluar dulu ya. Menyiapkan performku untuk kalian berdua.”
Andre. Dia adalah sahabatku yang menyukai Lintang, dan Lintang balas menyukainya. Dan hari ini adalah hari penting untuk mereka. Aku berharap hari ini aku yang berada di posisi Andre, sayangnya Andre lebih dulu melamar gadis impianku, sehingga cincin ini hanya bisa kusimpan tanpa pernah Lintang ketahui.
Pesta pernikahan Andre & Lintang dimulai, ada yang hilang rasanya melihat mereka berdua di hadapkan dengan penghulu, ingin rasanya beranjak dari tempat ini, namun aku ingat pesan Lintang bahwa aku tak akan membuat acaranya jelek karenaku.
“Sah… sah… sah.” terdengar tamu undangan mengucapkannya. Betapa aku ingin menangis, betapa aku ingin berteriak sekuat tenaga, tapi hanya bisa kutahan karena Lintang memnitaku bernyanyi.
Kunyanyikan lagu wedding dress milik Taeyang, aku tak peduli lagu itu terlihat sedih atau bagaimana. Hanya lewat lagu itu kuungkapkan semua.
“I can see you in your wedding dress.” begitu sampai pada lirik lagu itu aku hampir meneteskan airmata, namun dapat kutahan.
Cause you should be my lady…
Now that we are apart now we’ll show how I can’t reason…
Never felt so strong like to lead us to a happy just never endless…
They just know that we belong to each other…
Never are we going to begone…
I can see you in your wedding dress
Setelah selesai kualunkan lagu itu, kugeletakkan cincin yang kubawa dan aku beranjak pergi meninggalkan pesta pernikahan mereka. Sejak saat itu aku menghilang dari kehidupan mereka. Melepaskan Lintangku kepada sahabatku, membawa luka dan kenanganku pada Lintang dan kumulai hidup baruku tanpa Lintangku.
Cerpen Karangan: Niken Sulistiyani
Facebook: Nicken Sulistya

inilah alasannya kenapa mantan jarang di undang ke pesta pernikahan

berawan com inilah alasannya kenapa mantan jarang di undang ke pesta pernikahan

0 komentar:

Post a Comment