Friday, May 23, 2014


Dahlan Iskan dan Semangat Kewirausahaan


Semboyan yang digunakan Dahlan Iskan adalah kerja,  kerja,  kerja.  Namun dalam kehidupan sehari-hari kita melihat banyak sekali orang yang bekerja siang dan malam.  Tetapi kerja keras mereka tidak menghasilkan perubahan apapun,  mereka tetap  berpenghasilan pas-pasan atau bahkan tetap berada dalam kemiskinan.

Oleh sebab itu, semboyan kerja, kerja, kerja Dahlan Iskan sebenarnya mencakup sesuatu yang lebih dalam yang berkaitan motivasi kerja yang sifatnya lebih kompleks, semangat untuk  menciptakan sesuatu yang baru (inovatif), kejelian dalam melihat peluang usaha dan dan keberanian mengambil resiko yang bersifat moderat. Itulah sebagian dari ciri-ciri orang yang memiliki semangat entrepreneurship atau kewirausahaan di dalam dirinya.

Dahlan Iskan terlahir memiliki semangat kewirausahaan yang sangat tinggi. Dulu, ia bekerja keras karena memiliki  motivasi yang tinggi untuk menjadikan Jawa Pos menjadi koran yang terbesar di Indonesia Bagian Timur. Karenanya oplah Jawa Pos harus meningkat dari waktu ke waktu, agar menyamai oplah Koran Kompas yang terbit di Jakarta. Untuk itu ia harus bekerja sambil secara terus menerus melahirkan ide-ide inovatif agar korannya diterima masyarakat.

Setelah sasaran tersebut tercapai, ternyata Dahlan Iskan tidak mau berhenti sampai di situ, seperti para pemimpin media pada umumnya.  Dahlan Iskan justru terus bekerja. Ia membangun jaringan kerja (network)  media dari Aceh sampai ke Papua yang kemudian disebut Jawa Pos Natonal Network (JPNN). Dari sana lahir lagi ide membangun pabrik kertas,  gedung pena,  televisi lokal dan sebagainya. Dari hasil kerja keras dengan semangat kewirausahaan yang  tinggi tersebut, Dahlan Iskan akhirnya menjadi konglomerat media di Indonesia.

Untuk memungkinkan semua ide invatif  tersebut dapat terwujud,  Dahlan Iskan memiliki keberanian untuk mengambil resiko.  Tentunya resiko yang sudah diperhitungkan secara cermat. Tanpa adanya keberanian mengambil resiko tersebut,  maka ide-ide inovatif hanya menjadi wacana.

Namun tidak selamanya keberanian mengambil resiko tersebut berbuah keberhasilan sebagaimana yang diharapkan. Keberanian mengambil resiko tersebut bisa juga membuahkan kegagalan alias kerugian. Itulah sebabnya, setiap wirausaha harus berani gagal. Dahlan Iskan menyebut kerugian karena kesalahan dalam mengambil resiko tersebut sebagai  biaya sekolah, meskipun mahal sekali. Dahlan pernah gagal dalam bisnis perhotelan.

Setelah menjadi pejabat pemerintah,  jiwa dan semangat kewirausahaan Dahlan Iskan ternyata semakin berkembang. Ia melihat banyak sekali peluang usaha yang dimiliki oleh setiap BUMN yang belum dimanfaatkan secara optimal. Setiap rapat dia menggali dan mendapatkan ide-ide inovatif dari para direksi BUMN.  Tetapi Dahlan Iskan tidak menyukai ide inovatif itu hanya terhenti sekedar wacana. Ide-ide tersebut haruslah bisa diimplementasikan.

Setelah ketemu ide inovatif  yang dikembangkan menjadi rencana kerja operasional, Dahlan  segera bekerja secara simultan. Dahlan memberikan pendampingan dan melakukan kunjungan lapangan agar setiap BUMN bekerja melaksanakan rencana kerja yang telah ditetapkan. Ia berkali-kali datang ke setiap BUMN tanpa kenal lelah. Ia tidak sabaran melihat para karyawan BUMN yang bekerja seenaknya, yang tidak peduli dengan mutu pelayanan kepada masyarakat. Ia tidak peduli dengan cemoohan para politisi yang menilai gaya kerjanya  hanya untuk pencitraan.

Berbagai kendala yang ditemui BUMN-BUMN dicarikan jalan keluarnya.  Masalah teknologi dicarikan solusinya dengan melibatkan BUMN bidang karya,  bidang perencanaan dan bidang konsultan teknik. Masalah pemasaran dicarikan solusinya dengan berbagai cara sesuai kebutuhan,  termasuk Dahlan sendiri ikut mempromosikan atau jualan,  seperti yang dilakukannya untuk memasarkan kartu e-tol. Masalah pendanaan dicarikan sumber dananya,  baik dari dana BUMN sendiri,   dibiayai oleh APBN  atau dari perbankan dengan mengutamakan BUMN perbankan.  Dari sini kemudian ditemukan suatu model kerja yang disebut “kerja bareng BUMN”.

Melalui cara kerja tersebut,  maka dalam waktu hanya 2 tahun menjadi Menteri BUMN, Dahlan Iskan telah berhasil  menggerakkan sebagian besar BUMN untuk melakukan kerja-kerja inovatif  guna memajukan Indonesia di segala bidang.  Ada program mewujudkan swasembada di bidang pangan (beras,  gula,  garam,  daging),  di antaranya proyek pencetakan sawah 100 ribu hektar di Ketapang. Ada pembangunan berbagai pabrik untuk mengolah hasil hutan,  hasil perkebunan dan sebagainya,  seperti pabrik tepung sagu di Papua.

Ada berbagai program  pembangunan infrastruktur ekonomi, seperti proyek pembangun pelabuhan peti kemas modern Tanjung Priok II yang bisa disinggahi kapal tanker terbesar di dunia. Pada Oktober yang akan datang  pengiriman barang-barang dari Indonesia tidak perlu lagi melalui Singapura sehingga diperoleh efisiensi biaya sampai 40%.

Ada proyek-proyek pembangunan baru dan renovasi bandara-bandara internasional  yang cukup membanggakan, seperti bandara Kualanamu,  Bandara Ngurah Rai, Bandara Soekano Hatta,  Bandara Sepinggan, Bandara Kalimarau, dan sebagainya. Ada program pembangunan jalan tol di atas laut sepanjang 12,7 km. Ada program pembangunan jalan tol trans sumatera.

Selain itu, kereta api terus melakukan peningkatan pelayanan, KRL Jabodetabek kelas ekonomi tidak ada lagi. Seluruh penumpang  kereta api jarak jauh tidak ada yang berdiri. Pada setiap gerbong tersedia fasilitas toilet yang bersih.

Masih banyak lagi proyek-proyek sebagai kerja korporasi BUMN yang saat ini sedang berlangsung. Tentu saja ada pembenahan BUMN-BUMN yang sakitnya sangat parah, yang belum membuahkan hasil,  seperti pembenahan maskapai Merpati.

Semangat kewirausahaan inilah yang membedakan Dahlan Iskan dengan banyak menteri di KIB jilid II. Para menteri kebanyakan adalah pejabat dengan mentalitas birokrat biasa.  Mereka tidak memiliki keberanian mengambil resiko yang bersifat moderat sekalipun. Begitu pula halnya dengan para pimpinan dan anggota DPR. Pada hal mereka memiliki kewenangan dalam anggaran yang bersumber dari APBN. Karenanya,  mereka lebih banyak menjadi faktor penghambat bagi berbagai program-program inovatif yang diusulkan.

Salah satu akibat dari mentalitas pejabat selaku birokrat minus kewirausahaan tersebut,  Indonesia berada dalam ketergantungan abadi kepada negara asing dalam pengadaan BBM. Agar terlepas dari ketergantungan tersebut,  Indonesia memerlukan 2 kilang minyak yang mampu mengolah minyak mental 600 ribu barel per hari.

Tetapi pada menteri terkait dan komisi di DPR yang membidangi energi tidak berani mengambil resiko untuk  mengalokasikan dana sebesar Rp 80 triliun untuk membangun satu kilang minyak baru. Pada hal proyek tersebut bersifat multi-years, karena memerlukan waktu sekitar 5 tahun. Jadi setiap tahun diperlukan dana hanya sekitar Rp 15 triliun saja. Pada hal setiap tahun pemerintah mengalokasikan tidak kurang Rp 250 triliun untuk subsidi BBM.

Demikian pula halnya dengan pemanfaatan potensi energi panas bumi. Para menteri terkait juga tidak berani menyediakan dana dari APBN sebesar Rp 80 milyar, biaya untuk pengeboran satu titik sumber panas bumi. Pada hal setelah titik panas bumi tersebut didapat,  segera bisa ditawarkan kepada para investor dengan harga yang lebih tinggi. Akibatnya potensi  energi panas bumi sekitar 25.000 megawat terbuang percuma.

Pada era pemerintahan  2014-2019, rakyat memerlukan Presiden yang memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi.  Dahlan Iskan telah membuktikan,  ia memilikinya.

M. Jaya Nasti Nasti

back to work

berawan com back to work

0 komentar:

Post a Comment