Thursday, May 22, 2014


*lapar, lapar dan lapar

Bagi orang lapar dan kelaparan, apalagi yang pernah mengalami apa itu lapar dan kelaparan, maka dia akan mengenal empat situasi yang membuat seseorang kelaparan:
Pertama, yang paling umum adalah ketika dia sedang berpuasa. Menahan nafsu makan dan minum. Tapi ini situasi kelaparan paling ringan. Hampir semua orang pernah berpuasa, dan pada kenyataannya, sedikit sekali yang kemudian bisa merasakan esensi kelaparan. Lebih banyak yang memulai berpuasa dengan makan sebanyak2nya dan mewah, untuk ditutup diakhir puasa dengan makan lebih banyak lagi dan lebih mewah lagi (dibanding menu sehari2). Tidak hadir definisi kelaparan yang jleb di hati.

Kedua, orang2 kelaparan karena dia sedang sakit, tidak bisa mengunyah, tidak bisa menelan. Tentu saja kalau dia punya uang banyak, tinggal bawa ke rumah sakit, nanti di infus, tapi maksud saya, dalam kondisi ini, orang tersebut terpaksa menahan lapar karena fisiknya tidak mau atau tidak bisa makan. Sekali dia sembuh, nafsu makannya muncul lagi, malah besar, semangat makan. Ini situasi kelaparan yang juga ringan. Saat sakit, ingat betapa susahnya makan, saat sembuh, lupa semua soal itu.

Ketiga, orang2 kelaparan karena dia mau makan, tapi tidak ada makanan yang bisa dia makan. Dia sih punya uang, tapi mau makan apa? Misalnya dia sedang di gunung, di padang rumput, atau habis bencana alam, tidak tersedia makanan. Sia-sia punya uang jika tdk ada yang bisa dibeli. Jangankan makanan matang, membeli bahan makanannya pun tidak ada (seperti sayur, beras, dll). Ini situasi kelaparan yang lebih serius. Ada yang bisa kelaparan berhari-hari, berminggu2 bahkan bisa bertahun2. Makan seadanya, apapun yang bisa dimakan.

Tapi ada yang lebih serius dari itu semua, kondisi kelaparan keempat, yaitu orang2 yang lapar, pengin banget makan, tapi dia tidak punya uang untuk membeli makanan tersebut. Inilah kondisi kelaparan yg amat serius. Orang2 miskin, yang termiskinkan oleh sistem, mereka ingin sekali makan, tapi apa daya tidak ada uang. Hanya bekerja sebagai buruh tani, tiba2 jatuh sakit, penghasilan tidak ada, maka keluarganya, anak2nya, tidak bisa makan. Si kecil dengan perut kosong, meringkuk di ranjang berhari2, lapar. Bapaknya mau berhutang, sudah banyak. Mau meminta2, malu dan sungkan atas nama kehormatan. Juga bisa seorang musafir, sedang melakukan perjalanan, habis ongkosnya, sudah dua hari tidak makan, hanya minum air. Pengin sekali makan, melihat warung, resto, kedai fast food, melihat orang2 berlalu lalang membawa makanan. Tapi dia tidak bisa makan. Mau minta, rasa2anya tidak mau.

Saya tidak tahu kalian pernah mengalami jenis kelaparan yang mana saja, atau boleh jadi, masih ada varian kelaparan lainnya yang pernah kalian alami. Tapi sejatinya, poin tulisan ini adalah kita tidak perlu mengalami semua situasi itu untuk bisa ber-empati kepada orang2 lapar.

Ketahuilah, my dear anggota page, di dunia ini, hampir 1 milyar orang mengalami kelaparan kronis. Angkanya gila sekali. Di sebuah negeri Afrika sana, 20 juta orang jadi pengungsi hanya di sebuah tempat, makan meski dijatah (bahkan diundi), anak2 kurus kering, kurang gizi. Bahkan, di Arab sana (yg adalah benua minyak, kaya raya), di negara2 sedang dilanda konflik seperti Suriah, jutaan orang pula jadi pengungsi. Saudara sesama manusia (jika ada yang menolak orang2 Suriah itu sebagai saudara sesama muslim). Mereka susah nyari bahan makanan, duit ada, tapi mau beli kemana? Hidup dalam kesusahan, merasakan lapar dari pagi hingga petang, untuk bertemu pagi lagi dan tetap lapar. Anak2 kecil, balita, bayi, ibu2, wanita2 tua, lapar. Saat Ramadhan tiba, lebih rumit lagi, lapar di atas lapar.

Maka, jika kita hidup berkecukupan. Bisa makan pagi, siang dan malam, bahkan ditambah cemilan, buah, ini itu, ingatlah, ada orang yang sedang mengalami kelaparan di muka bumi ini, buanyak banget, 1 milyar. Dan kita sebenarnya bisa berempati, merasakan sensasi lapar itu saat puasa, saat sakit, dan sebagainya. Sungguh, bagaimana kalau kitalah yang hidup seperti itu? Pengin banget makan, tapi mau beli dengan apa? Mau beli sama siapa? Mau minta, mau menjulurkan tangan memohon pun, tidak ada yang peduli dan bersedia membantu. Dan bagaimana kalau anak2 kita yang lapar? Si kecil usia 4 tahun, kelaparan berhari2, bagaimana rasanya jadi Bapak dan Ibunya?
Agama kita, mengajarkan banyak sekali soal lapar ini. Bahkan, kalau saya boleh bergurau, kita tidak perlu kekuatan bulan, kekuatan cinta, apalagi kekuatan sakti mandraguna lainnya untuk punya pemahaman baik. Cukuplah membaca riwayat dan nasehat agama tentang lapar, itu sudah bisa mengubah kita menjadi orang dengan pemahaman lurus.

Semoga kita senantiasa mensyukuri setiap butir nasi yang pernah kita kunyah. Mungkin itulah kenapa padi itu tidak kayak buah kelapa. Besar2. Agar orang bisa berpikir, sudah berapa juta butir nasi yang pernah dia makan? Dan tidakkan dia bersyukur atas situasi tersebut.


udah baca doa sebelum makan ternyata makanannya gak ada
berawan com udah baca doa sebelum makan ternyata makanannya gak ada

0 komentar:

Post a Comment