Friday, July 4, 2014

 

Perempuan Tangguh Berseragam Cokelat


Hari ini, Minggu, menjadi hari bersejarah sekaligus momen istimewa bagi korps polisi wanita (polwan). Pada 1 September 1948, polwan dilahirkan di Republik ini.
Hari ini, Minggu, menjadi hari bersejarah sekaligus momen istimewa bagi korps polisi wanita (polwan). Pada 1 September 1948, polwan dilahirkan di Republik ini. 


Disadari bahwa Polri tidak lagi sekadar menampilkan satu kinerja profesionalisme, tetapi juga penampilan yang anggun dan tegas di lapangan. Menghadapi para pengunjuk rasa juga tidak harus dengan kekerasan. Dengan sebuah senyuman dari wajah polwan, tidak perluterjadiaksikekerasanuntuk menetralisasi aksi unjuk rasa. Begitu juga dengan menghadapi masyarakat yang lain. Kepala Kepolisian Resort Kota (Kapolresta) Medan Kombes Pol Nico Afinta mengatakan, polwan saat ini menjadi garda terdepan bagi citra Polri. 

Polwan telah banyak mewarnai perjalanan korps bayangkara di masyarakat, sebagai pelindung, pengayom, dan penjaga keamanan ketertiban masyarakat.Perlu perluasan kerja dan tanggung jawab yang lebih dari sekadar menjadi terdepan dalam pembangunan citra Kepolisian Republik Indonesia (Polri). 

“Melihat realitas di lapangan, maka mewujudkan polwan sebagai bagian pembangunan citra Polri. Dibutuhkan langkahlangkah agar polwan mampu menjalankan tugasnya dengan baik,” sebut Nico. Dia menyebutkan ada beberapa langkah agar polwan mampu menjalankan tugasnya. Pertama, kebijakan untuk membuka seluas-luasnya penerimaan polwan dalam berbagai strata, baik lewat akpol, perwira karier, ataupun jenjang di bawahnya. Artinya, keberadaan polwan tidak lagi sekadar pelengkap setiap penerimaan anggota Polri, tapi harus disesuaikan dengan rasio penduduk Indonesia. 

Ini penting untuk ditegaskan agar polwan juga secara kelembagaan akan mengembangkan personal yang siap dan tanggap dengan berbagai ancaman dan tantangan di masyarakat. Tentunya dengan berpedoman pada upaya perbaikan citra Polri. “Saya pikir itulah beberapa langkah agar polwan bisa disejajarkan dengan anggota Polri yang lain,” ujarnya. Disinggungperanpolwanuntuk memperkuat kinerja Polri, Nico menyebutkan, peran polwan dalam mengantisipasi aksi unjuk rasa sangat diperlukan. 

Kedua, membuka secara bertahap berbagai jabatan strategis di lingkungan Polri kepada polwan. Sebab, bagaimanapun juga polwan berhak mendapatkan kesempatan sama dengan koleganya yang lain. Dengan demikian, akan ada kompetisi yang sehat antarberbagai kesatuan dan unit yang ada di lingkungan Polri. Ketiga, mengembangkan organisasi polwan agar menjadi organisasi yang secara kelembagaan siap dengan berbagai tantangan. 

“Tidak hanya anggota Polri laki-laki saja yang perlu melakukan pengamanan ketika unjuk rasa. Kehadiran polwan dalam pengamanan bahkan bisa meminimalisasi tanpa terjadi aksi kekerasan dengan satu pendekatan yang ramah ditambah sebuah senyuman,” ucap Nico. Mantan Wadir Reskrim Polda Metro Jaya ini pun berharap kinerja polwan di masa mendatang bisa terus mempertahankan keprofesionalismenya dalam menjalankan tugas di institusi Polri. 

“Ya, ke depannya kita berharap polwan bisa terus mempertahankan profesionalismenya dalam menjalankan tugas sehari-hari di kesatuannya sebagai penyidik sampai mengatur lalu lintas di jalan raya,” tandas Nico. Polwan pertama kali dilahirkan di Kota Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Sejarah kelahiran polisi wanita Indonesia tidak jauh berbeda dengan negara lain, yakni munculnya kebutuhan akan penanganan dan penyidikan terhadap kasus kejahatan yang melibatkan kaum wanita, baik korban maupun pelaku kejahatan. 

Di Indonesia, polwan lahir pada tahun 1948 tatkala Pemerintah Indonesia mengalami pengungsian besar-besaran dari Semenanjung Malaya yang sebagian besar adalah kaum wanita. Pada saat itu para pengungsi tidak mau diperiksa, apalagi digeledah secara fisik oleh polisi laki-laki. Maka, pada 1948, Jawatan Kepolisian Negara di Bukittinggi membuka kesempatan bagi enam wanita untuk menempuh pendidikan sebagai Inspektur Polisi Wanita Sekolah Polisi Negara di Sukabumi. 

Keenam Polwan ini adalah Saanin, Nelly Pauna, Rosmalina, Dahniar, Djasmaniar, dan Rosalina. Keenam wanita ini resmi mengikuti Pendidikan Inspektur Polisi di SPN Bukittinggi pada 1 September 1948. Dalam perjalanannya, di penghujung tahun 1998, Polwan mulai dipromosikan menduduki jabatan komando (sebagai kapolsek). Hingga tahun 1998 sampai sekarang, sudah lebih empat polwan telah dinaikkan pangkatnya menjadi perwira tinggi berbintang satu.

 Anggota DPRD Medan Ilhamsyah turut menyampaikan apresiasinya pada polwan yang tengah berulang tahun. Menurutnya, saat ini polwan hanya sekadar pelengkap kerja bagi anggota Polri yang lain, tapi menjadi satu faktor penentu hitam putihnya citra Polri di mata masyarakat. “Harus diakui, di masyarakat itu polwan lebih diterima. Saya menilai ini karena polwan dianggap lebih mampu berempati. Mereka itu perempuan tangguh dalam seragam cokelat,” katanya. Ilhamsyah menyambut positif saat ini banyak polwan berada di tingkat perwira. Menurutnya, akademi kepolisian juga sudah menerima taruna perempuan (taruni) sejak awal 2000-an. 

“Saya berharap untuk tingkat bintara, Polri perlu me-nambah personel polwan. Sebab, bintara adalah polisi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, dan ini akan memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat,” tandas Ilhamsyah

sumber: koran sindo


ayo ganteng mau menunggu apa lagi cepetan duduk disampingku emang masih aku masih kurang apa sich

berawan com ayo ganteng mau menunggu apa lagi cepetan duduk disampingku emang masih aku masih kurang apa sich

0 komentar:

Post a Comment