Monday, July 28, 2014





Tuanku Imam Bonjol

Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 1772 - wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864), adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri pada tahun 1803-1838.[1] Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.

Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab, yang lahir di Bonjol pada tahun 1772. Dia merupakan putra dari pasangan Bayanuddin (ayah) dan Hamatun (ibu). Ayahnya, Khatib Bayanuddin, merupakan seorang alim ulama yang berasal dari Sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota.[3] Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat, Muhammad Shahab memperoleh beberapa gelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan adalah yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Ia akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.


RA Kartini

Raden Adjeng Kartini (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 – meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini[1] adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.

Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa.[2] Ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir.[2] Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama.[2] Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.[2] Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI. Garis keturunan Bupati Sosroningrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana Kerajaan Majapahit.[2] Semenjak Pangeran Dangirin menjadi bupati Surabaya pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja.[2]

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi[3], maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura.[2] Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya.[2] Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.


Dian Pelangi

Apa yang dilakukan gadis bernama lengkap Dian Wahyu Utami (19) ini patut diacungi jempol. Di usianya yang masih belia, busana muslim rancangannya sudah sukses menembus pasar mancanegara.

Bagaimana awalnya Anda tertarik menekuni dunia fashion ?

Sejak kecil saya sudah suka menggambar baju. Bahkan kalau ingin baju baru, Ibu selalu menyuruh saya untuk mendesain sendiri baju yang saya inginkan. Kata Ibu, “Buat apa beli kalau kita sendiri penjahit dan punya bahannya?” Begitu selalu Ibu menasehati saya. Jadi, sejak kecil saya sudah biasa menggambar busana. Awalnya memang terpaksa bikin baju, tapi lama-lama jadi senang.

Lulus SMP saya masuk SMKN 1 Jurusan Tata Busana di Pekalongan. Kebetulan saat itu bersamaan dengan kepindahan orangtua ke Pekalongan untuk membuka pabrik tekstil. Lulus SMK, saya pun mulai diberi tanggung jawab meneruskan butik Dian Pelangi di Jakarta. Padahal, waktu itu umur saya masih 16 tahun. Mungkin memang sengaja diceburkan ke dunia fashion oleh orangtua.

Di Jakarta, saya semakin serius menekuni dunia fashion . Saya lalu kuliah di sekolah mode ESMOD selama setahun. Alasannya, lebih dekat dengan tempat tinggal saya di Jakarta dan belum diizinkan ke luar negeri karena masih kecil.

Azjeti Bilbina
Arzetti Bilbina memiliki nama lengkap Arzetti Bilbina Huzaimi Setiawan (lahir di Lampung, 4 September 1976; umur 37 tahun) adalah seorang peragawati, model, bintang film dan sinetron, dan presenter.

Arzetti mengawali karier sebagai model. Namanya terus menanjak sampai akhirnya menjadi salah satu peragawati papan atas di Indonesia. Tak hanya berlenggak-lenggok di catwalk, Arzetti juga menjajal berakting, meski belum menjadi pemeran utama. Arzetti bermain dalam sebuah flm televisi FTV "Ajari Aku Cinta" dan sinetron "Romantika". Arzetti pun pernah mendukung film yang diilhami oleh Bom Bali berjudul Angels Cry.

Selain itu, aktivitasnya sebagai bintang juga diselingi penampilannya sebagai presenter program televisi antara lain acara horor Percaya Nggak Percaya dan mengajar di Face Modelling. Wanita berdarah Minangkabau keturunan Lampung ini juga mempunyai sebuah sekolah modelling yang dimilikinya bersama Jamal Hasan, Zema Management. Arzetti juga menjadi juri reality show Mamamia Show yang ditayangkan stasiun televisi Indosiar di pertengahan 2007 hingga sekarang.


Minky Momo

Momo (Gigi in several western dubs) is a princess of "Fenarinarsa" (フェナリナーサ Fenarināsa?), "the land of dreams in the sky". Fenarinarsa is the dwelling place for fairy tale characters. But it was in danger of leaving Earth's orbit and disappearing, because people on the planet lost their dreams and hopes. The king and queen of Fenarinarsa sent their daughter Momo to Earth to help the people regain them. Momo became the daughter of a young childless couple, accompanied by three followers with the appearance of a dog (Sindbook), a monkey (Mocha) and a bird (Pipil). On Earth, Momo takes the appearance of a teenage girl. To help the planet regain its hopes and dreams, Momo transforms into an adult form of herself, with an occupation tailored to fit the situation (Airline stewardess,[1] police officer,[2] football manager,[3] veterinarian,[4] and many more). Each time Momo succeeds in bringing happiness to the person affected, the Fenarinarsa crown shines. When the crown shines four times, a jewel appears in the Fenarinarsa crown. Once twelve jewels appear, Fenarinarsa will return to Earth's surface.

Later in the series, however, the task is left incomplete as she loses her magical powers and then her own life. She is reincarnated as a baby, the real daughter of the couple in the Earth. Now she has her own dream to realize. She also has a pink lizard named Kadzilla who helps her and her allies defeat an evil shadow who had been the source of the troubles of the people she had helped.

The second series has a similar plot, however this Momo came from "Marinarsa" (マリンナーサ Marināsa?), the "land of dreams in the bottom of the sea". In this series, she was accompanied by Cookbook (dog), Lupipi (bird), and Charmo (monkey) and enjoyed a happy life on the Ground. Similar to the previous series, she is adopted by a young childless couple who became her parents on the Ground and she used her magic to bring happiness to many people.

Later in the second series, Momo and her family become refugees. She understands that people have few hopes and dreams now. She eventually meets the Momo character from the first series, and ultimately decides to save all the remaining hopes and dreams, using her magic against many social issues. Despite her efforts however, all magic and fairy tale characters begin to disappear. The King and Queen of Marināsa decide to escape from the Earth, but Momo elects to stay behind in order to fulfill her parents' dream of having a child, believing that hopes and dreams are never really lost.


Jessica SNSD

Jessica Sooyeon Jung (Korean name: Jung Soo-yeon; born April 18, 1989)[1] is a Korean-American singer, dancer, songwriter, actress and model. She is best known as a member of the South Korean girl group, Girls' Generation. Born and raised in San Francisco, California, she is fluent in both of her native languages English and Korean after moving to South Korea at the age of 11

Jessica was born in San Francisco, California[1] in the same hospital as her fellow Girls' Generation member Tiffany.[2] While on vacation in South Korea, she and her sister were scouted in a shopping mall by S.M Entertainment and joined the company in 2000.[3] She trained for seven years as a trainee before debuting as part of the Korean girl group Girls' Generation. Jessica attended Korea Kent Foreign School in her teenage years.

Her younger sister, Krystal, is a member of the Korean girl group f(x). They are both currently active in their groups, being signed under S.M. Entertainment.

Jessica was the first member to be signed with SM Entertainment in 2000. In 2007, she was chosen as a member of the group Girls' Generation. The 9-member girl group debuted on August 5, 2007.



sumber: wiki

hijab sarung style tutorial tuanku imam bonjol ra kartini dian pelangi arjeti bilbina minky momo jessica snsd

berawan com hijab sarung style tutorial tuanku imam bonjol ra kartini dian pelangi arjeti bilbina minky momo jessica snsd


Versi Lainnya:


0 komentar:

Post a Comment