Perbedaan Antara Bertapa Dan Beri’tikaf
Adapun beberapa perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut.
1. lbadah dengan bukan ibadah
I’tikaf adalah bagian dari ibadah yang telah disunnahkan oleh Rasulullah SAW. terutama I’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan, sebagaimana isi hadits yang telah disampaikan Aisyah. Sedangkan bertapa bukanlah bagian ibadah yang disyari’atkan lslam. Apalagi bila pertapaan itu dilakukan dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari, dengan meninggalkan shalat dan ibadah wajib lainnya. Dan dewasa ini masih banyak saudara-saudara kita seislam yang melakukan pertapaan dengan tujuan dan maksud tertentu. Mereka lebih suka bertapa di tempat-tempat yang dianggap keramat daripada I’tikaf di masjid.
2. Niat mencari kesaktian, bukan mencari pahala
Sebagaimana yang tertulis dalam beberapa buku yang menjelaskan tentang ilmu kesaktian dan kadigdayaan, mayoritas orang muslim yang melakukan pertapaan, niat utamanya adalah mencari kesaktian. Mengharap datangnya bisikan ghaib atau wangsit. Sedangkan orang yang I’tikaf niatnya adalah mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala atau balasan dari-Nya. Bukan kesaktian dan kadikdayaan yang mereka cari, tapi ketaqwaan kepada Allah. Karena Allah telah menyatakan bahwa orang yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa, bukan yang paling sakti.
3. Tujuannya mendapatkan wangsit, bukan mendapatkan petunjuk
Kalau kita mau berkunjung ke tempat-tempat yang dianggap keramat di penjuru negeri ini, niscaya akan kita dapatkan beberapa orang yang malah berhari-hari menetap di tempat tersebut. Mereka datang bukan untuk kunjungan sejarah atau wisata daerah, tapi untuk memburu wangsit dan bisikan ghaib yang ada di tempat tersebut. Mereka bertapa dan merapal (mewirid) bacaan atau mantra tertentu dan disertai dengan bawaan (sesajen) khusus.
Sedangkan orang yang beri’tikaf tujuannya adalah mencari dan mengharap petunjuk dari Allah. Dalam I’tikafnya, mereka melaksanakan shalat, membaca al-Quraan dan menelaah isi dan maknanya, memahami pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Membaca dzikir-dzikir yang telah diajarkan Rasulullah SAW. membaca buku dan mengkaji ilmu keislaman, sehingga ilmu keagamaannya bertambah. I’tikaf baginya berfungsi untuk perbaikan diri dan pembekalan ilmu untuk hidup yang akan datang.
4. Di masjid, bukan di tempat yang dianggap keramat
Tidak ada tempat lain bagi orang yang melaksanakan I’tikaf, selain masjid. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT. “… Dan anganlah kamu campuri mereka itu (isteri), sedang kamu beri’tikaf dalam masjid …”. (QS. al-Baqarah: 187). Sedangkan tempat bertapa biasanya adalah tempat-tempat yang dianggap keramat. Seperti kuburan tokoh-tokoh besar, makam-makam kuno, di bawah pohon-pohon besar, pinggiran sungai atau laut, sekitar air terjun, goa-goa atau bukit-bukit, gunung-gunung dan hutan belantara, dan tempat lain sejenisnya.
5. Sunnah Rasul, Sunnah Syetan
I’tikaf adalah sunnah Rasulullah yang selalu beliau lakukan semenjak beliau hijrah ke Madinah, sampai akhir hayat beliau. Beliau juga mengajak keluarga dan isteri-isterinya untuk melakukan I’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Begitu juga para shahabat-shahabatnya serta generasi yang datang sesudahnya, mereka suka melakukan I’tikaf, bahkan banyak di antara mereka yang menjadikan I’tikaf sebagai obyek nadzar.
Sedangkan bertapa bukanlah sunnah Rasulullah SAW. Semenjak beliau diangkat sebagai nabi dan rasul, beliau tidak pernah melakukan pertapaan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang lslam dewasa ini. Kalau bertapa bukan sunnah Rasulullah, berarti itu adalah sunnah syetan. Orang yang beribadah dengan cara bertapa, berarti ia mendekatkan diri kepada syetan. Apabila ia mendapat kekuatan atau kesaktian pasca bertapanya, itu adalah kekuatan syetan. Kalau ia mengaku mendapatkan wangsit saat bertapa, itu adalah wangsit syetan dan bukan petunjuk Allah.
Dengan demikian, kini bukan saatnya lagi kita mencari petunjuk Allah dengan cara bertapa. Apabila ingin meningkatkan ketajaman spiritual, bukan dengan jalan bertapa. Apabila ingin mencari ketenangan batin, bukan dengan cara bertapa. Apabila ingin menghilangkan stress dan melakukan releksasi, bukan bertapa medianya. Tapi, I’tikaf. Ya…, I’tikaf. karena dalam I’tikaf kita bisa berhubungan langsung dengan Allah, secara lebih intens dan konsentrasi penuh. Sinyalnya tidak terganggu dengan hiruk pikuk keduniawian.
Dalam I’tikaf, kita bisa shalat, puasa, dzikr, baca al-Qur’an, belajar ilmu-ilmu agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memohon tambahan petunjuknya. Kalau sudah ada I’tikaf, kenapa masih bertapa?
6. Bertapa Membahayakan Jiwa sedang I’tikaf Tidak
Bertapa dengan tidak makan dan tidur berhari-hari dengan bersemedi ditempat yang terpencil dan berbahaya (didalam gua, dekat jurang, dipinggir laut yang dalam) dapat membahayakan jiwa, sedangkan I’tikaf sangat aman sebab tidak ada larangan tidak tidur atau makan berhari-hari atau ditempat yang ekstrim. Contoh kasus bertapa yang meman korban jiwa, bisa dibaca pada artikel dibawah ini.
0 komentar:
Post a Comment