Wednesday, May 7, 2014

nyadar pora opo ora koe ki tak sayang kowe iki




“Paginya tadi ditemani secangkir kopi hambar dan setumpuk surat - surat yang memenuhi laci paling bawah mejanya. Surat - surat yang ia tulis hari demi hari, kadang menyita tiga kali dalam seharinya. Menenggelamkan ia pada kata demi kata.
Dikeluarkan tumpukan surat - surat tersebut, dibacanya satu demi satu. Kemarahan, kebencian, rasa tidak terima berbaris rapi di tiap lembarnya. Ia mungkin membenci sebesar ia mencintainya. Ia menuangkan sepenuh emosi. Tak dilawan lagi kehendak yang memenuhi hati untuk tak berlaku satir.

Amarah meluap - luap, mengiringi pena yang kini menari di atas lembaran baru. Teruntuk seseorang yang tak bisa tertemui lagi. Yang meski rindu sekalipun, ia harus menahan mati - matian agar tak menyampaikan. Yang meski paling tersayang, ia harus melawan semua rasa yang setia menghabiskan untaian waktu hidupnya.

Emosi memenuhi dada, memuncak. Hingga tetes airmata berjatuhan di luar sadarnya. Matanya memburam dan tak sanggup lagi ia menggulirkan tinta.

Tangannya menangkup pedih yang mengisi penuh raut wajahnya. Sesenggukan tanpa bisa dibendung keberadaannya. Ia kembali membuka laci paling bawah meja. Dimasukkan kembali satu per satu surat - surat yang sering berhiaskan airmata.

Surat - surat itu, selamanya tak pernah sampai pada yang tertuju.”




berawan com nyadar pora opo ora koe ki tak sayang kowe iki

0 komentar:

Post a Comment