Istana Sebutkan Alasan SBY Tolak Permintaan JokowiÁ
JAKARTA - Pihak Istana kembali menegaskan alasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak menaikan harga BBM yang diajukan presiden terpilih Joko Widodo di Bali beberapa waktu lalu.Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mengatakan ada beberapa pertimbangan ihwal Presiden SBY yang menyerahkan keputusan menaikkan harga BBM pada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendatang.
Firmanzah tidak ingin Presiden SBY terlalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan untuk menyesuaikan harga BBM yang diminta oleh Joko Widodo.
"Menaikan harga BBM bukan masalah berani atau tidak. Tapi kami melihat berbagai dampak yang akan terjadi," katanya di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Senin (1/9/2014).
Dia menuturkan sebelum mengambil tindakan terkait penaikan harga BBM, acapkali SBY meminta masukan pada pihak Polri, TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN), guna memastikan dampak yang akan timbul pada masyarakat.
Menurutnya, opsi untuk menunda atau memberi keputusan menaikkan harga BBM dianggap sudah matang.
"Kita semua memiliki pengalaman bagaimana dampak kenaikan harga BBM menyasar sistem keamanan, politik, ekonomi, iklim investasi dan konsekuensi lainnya," kata Firmanzah.
Anggota komisi XI DPR RI Fraksi PDIP Maruarar Sirait menegaskan rencana menaikkan harga BBM oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla adalah opsi terakhir.
Dia menilai wajar sikap publik yang mempertanyakan konsistensi PDIP yang selama ini menolak kenaikan harga BBM pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun, Maruarar ingin melihat persoalan BBM bukan hanya sekadar langkah yang harus ditelan oleh Joko Widodo-Jusuf Kalla, tetapi terdapat persoalan mendasar yang saat ini harus diselidiki dengan baik.
"Apa sih sebenarnya yang terjadi saat ini, kita pernah tidak audit Pertamina terkait berapa harga keekonomian harga minyak itu, sampai sekarang belum tahu. Ini penting agar transparan," katanya.
Dia mengatakan persoalan penting lainnya menyangkut mafia migas yang selama ini telah menimbulkan kerugian pada negara. "Kenapa sih yang ekspor atau impor minyak itu bukan negara, ini juga penting supaya tidak ada mafia lagi di situ," paparnya.
Maruarar mengatakan persoalan yang terus mendera sektor minyak dan gas di Indonesia tidak akan selesai apabila pemerintah tidak bertindak tegas.
Penguasaan usaha sektor energi oleh negara, kata dia akan menjadi hal penting dan memberikan pendapatan yang lebih besar dibandingkan oleh swasta.
Saat ini, kata dia, net impor sektor minyak di Indonesia menunjukkan nilai triliunan rupiah yang idealnya masuk ke kas negara. Tetapi nyatanya, lanjut dia, semuanya masuk ke kas bukan negara.
"Kenapa hal seperti ini tidak dilakukan negara. Saya pikir itu pasti jumlahnya besar. Belum lagi persoalan cukai dan lainnya. Jadi yang saya lihat masalahnya adalah soal apakah negara mau atau tidak bertindak," paparnya.
Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani menyarankan agar pemerintah ke depan bisa berani meningkatkan pajak mobil pribadi untuk bisa menekan konsumsi BBM.
Menurutnya, dengan memaksimalkan kendaraan umum, subsidi BBM ke depan tidak akan terganggu dan stok yang dimiliki akan lebih lama. “Jadi ke depan harus diatur jangan sampai ada kelangkaan lagi, caranya bisa juga dengan mengatur supply side dan demand side,” paparnya.
Seperti diketahui, presiden terpilih Joko Widodo berencana akan menaikkan harga BBM meskipun dirinya akan menerima konsekuensi yang berat.
Jokowi menyatakan berani mengambil sikap untuk tidak popular demi menaikan harga BBM tersebut.
Adapun, Tim Transisi Jokowi-JK telah mengantongi opsi untuk menaikan harga BBM dengan simulasi yang dipelajari mulai dari harga Rp500-Rp3.000.
sumber:
info bisnis dot com.
0 komentar:
Post a Comment