Monday, August 18, 2014

setia itu pilihan selingkuh itu kebiasaan buat apa jadi nomor satu kalo bukan satu-satunya


Hingga pada suatu hari aku bertemu dengan lelaki lain dalam kehidupanku. Lelaki itu tidak lebih tampan dari pangeranku. Tetapi pesonanya seakan mampu mengalihkan sebagian duniaku yang semula dikuasai oleh pangeranku. Bagiku pangeran dan dia adalah dua sosok berbeda yang saling melengkapi.

Namanya Jono. Entah bagaimana tiba-tiba Tuhan mengirimkan lelaki itu di salah satu episode dalam hidupku. Dan menurutku ini adalah episode yang salah. Mengapa Jono datang terlambat? Mengapa tidak dahulu ketika aku masih lajang dan belum bertemu pangeran.

Jono adalah lelaki yang tampan. Dia selalu terlihat percaya diri, dalam setiap kesempatan. Dia seperti tahu apa yang ingin dilakukannya. Aura positifnya terlihat sedemikian kuatnya memancar dan menjadi daya tarik tersendiri. Aku yakin Jono, mampu memikat siapa saja yang bertemu dengannya. Tidak hanya para gadis lajang, mungkin siapap pun orangnya akan suka memandangnya.

Aku tidak pernah berkenalan langsung dengan Jono. Tetapi aku mengenalnya. Dan aku yakin semua orang yang tinggal sekomplek dengannya akan mengenalnya tanpa berkenalan dengannya. Jono memang berbakat menjadi seorang selebritis.

Jono sangat tampan. Suatu kali aku pernah berpapasan dengan Jono. Dan Oh Tuhan, bola matanya yang perpaduan biru dan hijau demikian cantiknya menghias matanya. Aku hampir tidak berkedip melihatnya. Tiba-tiba saja, mata coklat pangeranku di rumah yang selama ini aku puja dan aku kagumi, tidak ada apa-apanya dibandingkan mata Jono.

Aku sampai menghentikan langkahku demi untuk melihat Jono lebih dekat. Sambil menciumi habis aroma tubuhnya yang harum. Walaupun sebenarnya, wangi Jono tidak lebih harum dari Obsession for Men-nya Calvin Klein milik pangeran. Tetapi aku menyukainya. Terlihat sekali bahwa Jono adalah lelaki yang merawat diri.

Aneh, sejak kapan aku menyukai lelaki berkumis? Dahulu aku tidak pernah suka lelaki berkumis yang terlihat sangat kebapakan. Tetapi kumis Jono, sungguh memikatku. Dan justru kumis itu membuatnya tampak maskulin di usianya yang aku yakin masih muda.

Dan aku masih belum berani berkenalan langsung dengannya. Selain malu, aku juga masih menjaga diri. Apa kata orang kalau seorang perempuan bersuami berkenalan dengan lelaki yang bukan muhrim. Lagipula apa alasan aku untuk berkenalan dengan Jono?

Tanya PR seperti di masa-masa sekolahku dulu? Tanya laporan revenue penjualan program untuk melengkapi laporan mingguanku? Atau menanyakan mengapa hukum ekonomi tidak lagi bisa menjelaskan keadaan negara kita? ATau malah menanyakan kredibilitas hukum di Indonesia? Ah sepertinya itu terlalu mengada-ada. Jangan-jangan Jono malah mundur teratur dan lari tunggang-langgang karena aku mendekatinya dengan cara yang aneh.

Dan aku hanya berani memandangnya dari kejauhan. Dalam jarak yang tidak terlalu jauh namun juga tidak cukup dekat. Asalkan dari tempatku berdiri, aku bisa dengan leluasa mengamati Jono.

Aku sampai hafal jadwal Jono. Di pagi-pagi buta biasanya Jono berlari pagi keliling kompleks. Kemudian sekitar jam setengah tujuh pagi. Jono akan berdiri di sekitar taman, mengamati orang-orang yang berlalu-lalang. Aku tidak pernah tahu Jono sebenarnya bekerja sebagai apa? Dan dimana? Tetapi aku tidak peduli dan tak perlu tahu.

Akhirnya aku memajukan sedikit jam pergi ke kantorku agar aku bisa melihat Jono pada jam-jam itu. Suatu kami pangeran curiga, mengapa kini aku berangkat pagi lebih cepat dari biasanya. Dan aku hanya berkelit,

“ Pekerjaan kantor sibuk sekali…” Kemudian aku mengambil tas dan laptop-ku, kemudian menciumnya mesra.

“ Dagh…honey, sampai sore nanti…” Kemudian aku dengan tergesa-gesa meninggalkan halaman rumah diiringi tatapan heran pangeran. Aku berharap semoga Pangeran tidak curiga oleh perubahan sikapku yang lebih ceria dan selalu berangkat pagi hanya demi melihat Jono.

Suatu kali pangeran memaksa, “Hari ini aku antar kamu ke kantor?”

Oow…. Gawat…! Aku sedikit gugup, namun aku berusaha menguasai diriku. “ Gak usah sayang, nanti kamu telat ke kantor.”

Padahal aku tahu kalau pangeran sudah memanaskan mobil semenjak pagi buta, hanya demi mengantar aku bidadarinya. Namun aku memutus harapannya dengan merajuk.

“ Tapi ini kan hujan sayang…” Pangeran lagi. Aku tersenyum mesra, kemudian menggelendot manja pada pangeran.

“ Cuma gerimis, nanti aku bisa naik taksi.” Aku sambil memeluk pangeran.

Pangeran agak berat membiarkan aku.

“ Boleh ya sayang?” AKu merajuk. Lama menunggu jawaban, Pangeranku mengkerutkan dahinya seperti menimang-nimang. Kemudian dia menatapku yang sedang memasang tampang memelas. Dia agak ragu sebelum akhirnya memutuskan untuk membiarkan istrinya pergi sendiri. Pangeran tersenyum, dan mengangguk.

“ YES !” Dalam hatiku berseru, sambil melonjak kegirangan. Tentu saja aku tidak mau membiarkan suamiku mengetahui rencanaku. Tentang aku yang sengaja menolak suamiku untuk mengantarku. Karena sebenarnya aku ingin melihat Jono. Aku pun mencium bibir suamiku dengan cepat.

“ Thanks honey…” Suamiku tersenyum, kemudian kedua tangannya menegakkan kepalaku dengan lembut, agar dia bisa dengan leluasa menciumku keningku. Kupeluk dia dengan erat untuk yang terakhir kalinya. Sebelum aku meninggalkannya dan menyambar tasku.


berawan com setia itu pilihan selingkuh itu kebiasaan buat apa jadi nomor satu kalo bukan satu-satunya curang

0 komentar:

Post a Comment